Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Terpukul Pandemi, Ini Strategi Kemenaker Pacu Serapan Pekerja

Rendahnya serapan tenaga kerja itu turut menaikan angka pengangguran secara nasional.
Ilustrasi pekerja
Ilustrasi pekerja

Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan serapan tenaga kerja tidak optimal lantaran sektor industri padat karya terdampak pandemi Covid-19 hingga akhir tahun ini.

Rendahnya serapan tenaga kerja itu turut menaikan angka pengangguran secara nasional. “Populasi ini didominasi oleh penduduk usia muda yaitu generasi Z dan generasi Milenial yang merupakan penyusun utama komponen penduduk usia kerja pada populasi," melalui siaran pers, Kamis (25/11/2021). 

Anwar mengatakan kementeriannya telah meluncurkan sejumlah program peningkatan kesempatan kerja berupa pelatihan vokasi dengan metode blended training yang mencapai 121 ribu orang, pelatihan peningkatan produktivitas bagi 11.000tenaga kerja, serta sertifikasi kompetensi yang hampir mencapai 750.000 orang. 

Kemenaker juga melakukan jejaring kerja sama penempatan tenaga kerja dengan menempatkan 948.000 tenaga kerja di dalam dan di luar negeri. Program lainnya terkait perluasan kesempatan kerja seperti program wirausaha, padat karya, dan inkubasi bisnis yang mencapai 322.000 orang. 

"Terhadap program-program tersebut Kemnaker berkomitmen untuk tetap melanjutkan pada tahun 2021 sebagai wujud keseriusan menanggulangi dampak dari pandemi," kata dia.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menerangkan terjadi penyusutan serapan tenaga kerja hingga 70 persen setiap tahunnya di tengah tren kenaikan investasi selama enam tahun terakhir. 

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan kenaikan investasi itu bersifat padat modal dan mengarah pada digitalisasi industri padat karya. 

“Investasi naik dua kali lipat tapi jumlah penyerapannya menyusut 70 persen, dengan demikian Incremental Capital Output Ratio [ICOR] Indonesia tidak efisien, banyak investasi yang masuk itu hanya dinikmati oleh sedikit orang,” kata Hariyadi saat menggelar konferensi pers, Jakarta, Kamis (25/11/2021). 

Menurut dia, investasi saat ini dihadapkan pada biaya investasi yang tinggi hingga lemahnya daya saing Indonesia terkait dengan penyerapan modal yang masuk. Hal itu bisa dilihat dari tingginya ICOR dalam negeri. ICOR menjadi salah satu parameter untuk menunjukkan tingkat efisien investasi di suatu negara.  

“Pada era 2015 hingga 2019, rerata ICOR Indonesia tercatat sebesar 6,5 persen atau lebih besar dari periode sebelumnya yang berada di kisaran 4,3 persen,” kata Hariyadi saat menggelar konferensi pers, Jakarta, Kamis (25/11/2021).

Dia menambahkan ICOR Indonesia pada 2019 berada di posisi 6,77 persen atau naik dari capaian 2018 sebesar 6,44 persen. ICOR itu relatif tinggi dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam yang mendekati kisaran angka ideal sebesar 3. 

Selain itu, dia mengatakan, kondisi ketenagakerjaan Indonesia belum menunjukkan tren perbaikan. Menurut dia, penciptaan lapangan kerja relatif berat di tengah pandemi Covid-19. Misalkan pada 2013, setiap Rp1 triliun investasi dapat menyerap mencapai 4.594 tenaga kerja. Akan tetapi, investasi setiap Rp1 triliun pada tahun 2019 hanya menyerap 1.438 orang. 

“Dikarenakan investasi lebih bersifat padat modal dan penggunaan teknologi yang menggantikan tenaga kerja di sektor manufaktur,” tuturnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper