Bisnis.com, JAKARTA — Eksportir produk industri kehutanan meyakini proposal baru yang diajukan Komisi Eropa Uni Eropa (UE) untuk meredam deforestasi tidak akan menjadi pengganjal kinerja ekspor komoditas kayu Indonesia. Produk yang dikirim RI selama ini telah memenuhi kriteria legalitas yang ditentukan oleh blok tersebut.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menjelaskan bahwa UE telah menerapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) atau FLEGT-VPA untuk kayu-kayu asal Indonesia. Sejauh ini, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang menerapkan FLEGT-VPA sesuai standar UE.
“Berarti produk yang dihasilkan dan diekspor ke Uni Eropa berasal dari kayu legal dan bukan hasil deforestasi,” kata Indroyono ketika dihubungi, Kamis (25/11/2021).
Dia mengatakan bahwa pasar UE memiliki standar tersendiri yang harus dipenuhi oleh produk-produk yang masuk ke kawasan tersebut. Kriteria legalitas produk kayu yang masuk ke kawasan tersebut belum mengalami perubahan.
Indroyono bahkan menyebutkan bahwa permintaan produk kayu cenderung meningkat selama pandemi. Menurutnya, pasar UE tetap memerlukan komoditas ini seiring dengan pemulihan ekonomi.
Data yang dihimpun asosiasi menunjukkan bahwa ekspor produk industri kehutanan ke UE telah mencapai US$1,24 miliar per Oktober 2021. Nilai ekspor ini melampaui capaian 2020 sebesar US$1,0 miliar dan nilai ekspor 2019 sebesar US$1,09 miliar.
Baca Juga
“Karena pandemi, banyak penduduk di sana yang bekerja dari rumah dan melakukan renovasi rumah. Akibatnya permintaan kayu meningkat. Pascapandemi kami perkirakan permintaan akan naik lagi karena industri real estate mulai bangkit,” katanya.
Indroyono mengatakan pasar produk kehutanan di UE, dari hulu ke hilir, mencapai US$52 miliar per tahun. Dari potensi pasar tersebut, Indonesia tercatat baru bisa mengisi pangsa senilai US$1 miliar.
“Jadi masih banyak peluang untuk meningkatkan ekspor,” katanya.
Uni Eropa (UE) tengah menyiapkan regulasi baru bagi perusahaan-perusahaan yang memperdagangkan enam komoditas utama pertanian dalam upaya membendung deforestasi.
Proposal kebijakan yang diajukan Komisi Eropa menyebutkan bahwa perusahaan harus mengumpulkan koordinat geografis yang menunjukkan asal komoditas yang masuk ke pasar UE. Otoritas yang berwenang akan memastikan produk-produk yang masuk tidak berasal dari area hasil alih fungsi hutan atau kawasan bebas deforestasi.
“Ini tentang tanggung jawab kami sebagai salah satu ekonomi terbesar di dunia yang sayangnya turut memicu deforestasi dan degradasi lingkungan di kawasan lain,” kata Komisioner Lingkungan UE Virginijus Sinkevicius.
Regulasi ini bakal melarang masuknya komoditas pertanian dan turunannya jika diproduksi di lahan hasil deforestasi atau terdegradasi setelah 31 Desember 2020. Komisi Eropa menginginkan aturan ini menjangkau kedelai, daging sapi, minyak sawit, kayu, kakao, dan kopi, termasuk produk turunan seperti cokelat, produk kulit, dan furnitur.