Bisnis.com, JAKARTA – Selain harga yang melambung, ketersediaan batu bara untuk industri semen domestik yang tersendat juga menjadi persoalan. Hal itu berpengaruh pada keberlangsungan produksi, khususnya untuk orientasi ekspor.
Produsen semen PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) mengakui terjadi ketersendatan pasokan batu bara.
“Memang benar kondisi saat ini pasokan batu bara agak tersendat,” kata Direktur Indocement Oey Marcus ketika dihubungi Bisnis, belum lama ini.
Namun, Oey mengatakan bahwa Indocement masih memfokuskan diri pada pasar domestik dan belum mengutamakan ekspor.
Meski tersendat, dia menuturkan bahwa pasokan batu bara perseroan saat ini masih mencukupi untuk pabrik terus beroperasi dan memenuhi permintaan pasar.
Adapun, stok batu bara biasanya bergantung pada kapasitas pabrik dan disesuaikan dengan kebutuhan pasar.
Baca Juga
“Biasanya kami menjaga jumlah pasokan batu bara yang mencukupi kebutuhan operasi untuk satu bulan,” ujarnya.
Senada, tersendatnya pasokan batu bara juga dialami PT Semen Baturaja (Persero) Tbk. (SMBR). Selain itu, VP Corporate Secretary Semen Baturaja Doddy Irawan mengatakan bahwa tekanan harga batu bara yang tinggi belum bergeser, meski pemerintah telah menetapkan harga khusus untuk industri semen dan pupuk.
“Saat ini kami tertekan dengan kenaikan harga batu bara, sehingga dari vendor [batu bara] cenderung untuk melayani ekspor,” kata Doddy.
Dia melanjutkan, harga batu bara khusus untuk industri semen dan pupuk sebesar US$90 per metrik ton diharapkan dapat mengurangi tekanan ke depan. Namun, pengaruhnya untuk kinerja tahun ini diperkirakan hanya pada dua hingga satu bulan terakhir saja.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso mengatakan bahwa produsen terancam menghentikan ekspor pada dua bulan terakhir tahun ini karena kekurangan pasokan batu bara.
Stok batu bara yang biasanya bertahan untuk satu bulan, kini hanya cukup untuk hitungan hari saja. Adapun, sampai dengan Oktober 2021, ekspor semen sudah mencapai 10,45 juta ton, masih lebih tinggi 12,36 persen dibandingkan dengan pengapalan sepanjang tahun lalu sebesar 9.3 juta ton.
Penyetopan produksi semen untuk orientasi ekspor dikhawatirkan juga akan menurunkan utilisasi pabrik.