Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pemasok Batu Bara dan Energi Indonesia (Aspebindo) menyiasati tren transisi energi dengan memanfaatkan teknologi, seiring dengan upaya dunia menekan emisi gas rumah kaca.
Ketua Umum Aspebindo Anggawira mengatakan bahwa pemanfaatan teknologi menghadapi perubahan iklim merupakan tantangan yang memang akan dihadapi oleh pemasok batu bara di masa mendatang.
Asosiasi mendorong penciptaan ekosistem dalam transisi energi dapat diikuti oleh banyak pihak. Bahkan, Anggawira berharap, transisi energi dapat memberikan peluang baru bagi para pengusaha.
“Jadi kami bukan hanya sebagai pedagang, tapi bagaimana anak muda transformasi industrialisasi ini memberikan nilai tambah terhadap produk-produknya,” katanya saat webinar Aspebindo, Kamis (18/11/2021).
Usaha mempercepat transisi energi tersebut, lanjutnya, harus menjadi komitmen bersama. Namun begitu, dukungan para stakeholder diperlukan agar proyek itu berjalan sesuai harapan.
Sementara itu, Kepala Badan Riset dan Teknologi Kadin Indonesia Ilham Habibie mengatakan bahwa transisi energi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT) memang sebuah keniscayaan.
Baca Juga
Kadin memperkirakan pembangkit listrik di masa depan akan didominasi oleh solar panel atau pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Bahkan, dalam satu dekade ke depan harga komponen tersebut akan lebih kompetitif dibandingkan dengan PLTU batu bara.
Kendati demikian, transisi energi masih menghadapi sejumlah tantangan. Terkhusus pada PLTS, teknologi penyimpanan daya berupa storage masih menjadi pertanyaan besar.
Teknologi itu diperlukan untuk memberikan kepastian aliran listrik tanpa putus dari PLTS. Pasalnya, pembangkit surya masih bersifat putus-putus atau sesuai kondisi cuaca, selain itu komponen tersebut juga masih terbilang mahal.
“Itu mengharuskan adanya storage melalui baterai dan teknologi ini sangat mahal, bukan hanya dari segi storage tapi juga menyangkut desain jaringan listrik,” ujarnya.