Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta restu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk melakukan dilusi saham dan tak lagi menjadi mayoritas dalam kepemilikan di PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA), apabila rencana restrukturisasi berhasil dilakukan.
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Kartika Wirjoatmodjo mengatakan opsi dilusi tersebut diambil jika perusahaan masih membutuhkan pendanaan untuk melanjutkan bisnisnya pada masa mendatang pasca-restrukturisasi. Pendanaan akan berasal dari pihak ketiga.
Dengan demikian, kepemilikan saham Kementerian BUMN tak lagi menjadi mayoritas. Sebab, dengan adanya investor baru, saham Kementerian BUMN akan terdilusi.
“Kami membuka opsi bila restrukturisasi berhasil dan kewajibannya turun untuk kemungkinan adanya pemegang saham baru,” ujarnya dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Selasa (9/11/2021).
Sebagai informasi, emiten berkode GIAA sedang menempuh proses restrukturisasi untuk mengurangi utang dengan 32 lessor. Per November, utang Garuda dilaporkan telah membengkak menjadi US$ 9,8 miliar atau nyaris Rp140 triliun.
Tiko menargetkan proses restrukturisasi akan tercapai pada kuartal II/2022. Jika opsi yang ditempuh membuahkan hasil, Garuda bisa mengurangi ongkos operasionalnya menjadi US$ 80 juta per bulan sehingga kinerja perusahaan akan pulih pada 2023.
Baca Juga
Senada, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra juga meminta restu soal opsi dilusi saham dan membutuhkan kesepakatan dari DPR karena melibatkan saham mayoritas pemerintah.
Irfan menyebut pengurangan persentase saham Garuda tak hanya terjadi untuk modal yang dimiliki oleh pemerintah, tapi juga pemegang saham lainnya.
“Dilusi bukan hanya terhadap pemegang saham pemerintah kalau ada injeksi ke struktur ekuitas,” ujar Irfan.