Bisnis.com, JAKARTA — Peritel menargetkan kinerja pada kuartal IV/2021 bakal tumbuh di kisaran 3 sampai 3,5 persen, seiring dengan asumsi bahwa perekonomian pada periode ini bisa menyentuh pertumbuhan 4,5 persen. Peritel modern menyebutkan peran UMKM akan turut menentukan kinerja.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengatakan kontribusi produk UMKM di ritel modern berkisar di level 35 sampai 40 persen. Jumlah tersebut telah melampaui kewajiban 30 persen yang harus dipenuhi pelaku usaha.
Roy mengatakan kontribusi UMKM yang berada di atas ketentuan dipengaruhi oleh makin bertambahnya jumlah unit usaha dan membaiknya kapasitas produksi. Sebagian besar UMKM yang sudah mengakses pemasaran di ritel modern adalah UMKM kelas menengah.
Roy juga mengatakan bahwa produk UMKM telah mulai diminati konsumen. Hal ini terlihat pula dari tren keikutsertaan UMKM yang telah melakukan ekspor dalam pemasaran di ritel modern.
“Kami berkeinginan untuk menjaga UMKM karena ini salah satu pendorong produktivitas ritel. Kalau bisa dijaga di level 35 sampai 40 persen atau meningkat. Kalau dibiarkan maka akan turun dan produktivitas kami juga terpengaruh,” kata Roy ketika dihubungi, Rabu (10/11/2021).
Kontribusi yang besar turut mendorong Aprindo menggandeng UMKM dalam transformasi digital. Sejauh ini, rata-rata kontribusi penjualan daring di ritel modern mencapai 25 persen.
Baca Juga
“Bagaimana pun market cap offline lebih besar, nilainya mencapai Rp900 triliun,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio mengatakan pelonggaran mobilitas yang terjadi bersamaan dengan momen akhir tahun akan menjadi pendorong bagi penjualan ritel untuk tumbuh. Kinerja sektor ini juga diprediksi lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu.
Meski demikian, Andry memperingatkan soal risiko gangguan suplai barang yang merembet ke penjualan ritel sebagai imbas dari disrupsi logistik global dan krisis energi. Di berbagai negara, situasi ini memicu inflasi produk eceran.
“Situasi ritel setidaknya akan penuh tantangan sampai kuartal I/2022. Kenaikan konsumsi dan gangguan di sisi suplai bisa memicu inflasi,” katanya.