Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengatakan masih menghadapi kendala dalam pemasaran produk di ritel modern. Kesulitan ini paling dirasakan usaha berskala mikro meski telah ada kewajiban kemitraan antara ritel modern dan UMKM.
Kemitraan antara peritel modern dan UMKM tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 23/2021 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan. Pasal 7 menyebutkan kemitraan mencakup kerja sama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, dan penyediaan pasokan.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan manfaat kemitraan yang terjalin antara kedua jenis usaha belum dirasakan oleh semua kelas UMKM. Menurutnya, praktik di lapangan membuat pelaku usaha tidak bisa menjalin kerja sama secara berkelanjutan.
“Misal untuk kerja sama UMKM yang memasok produk, ada peritel yang mengambil keuntungan mencapai 30 persen, padahal di Permendag No. 23/2021 dibatasi paling banyak 15 persen,” kata Ikhsan, Rabu (10/11/2021).
Peritel memang diwajibkan bekerja sama dengan UMKM dalam hal pasokan barang. Pasal 11 menyebutkan pemasok hanya dikenakan biaya yang berhubungan langsung dengan dengan penjualan barang. Adapun besaran biaya yang dimaksud paling banyak 15 persen dari keseluruhan biaya persyaratan perdagangan di luar potongan harga reguler.
“Untuk pembayaran produk ke pemasok juga masih ada yang memakan waktu berbulan-bulan. Ini tentunya menyulitkan usaha mikro karena cash flow-nya bisa macet,” kata dia.
Baca Juga
Dia juga mengatakan mayoritas UMKM yang memasok ke ritel modern adalah yang berskala menengah dengan omzet per tahun mencapai Rp50 miliar. Produk yang ditawarkan mencakup bahan pangan protein, elektronik, dan bumbu dapur.
Terlepas dari kendala yang dihadapi dan meluasnya digitalisasi UMKM ke platform daring, Ikhsan mengatakan pemasaran produk UMKM lewat gerai ritel modern fisik tetap diperlukan. Dia menilai tren belanja rekreasi tetap memiliki peluang sehingga bisa menjadi kesempatan tersendiri bagi pemasaran produk UMKM.
“Platform digital memang jadi pesaing ritel modern, tetapi ada aspek belanja rekreasi di kalangan konsumen. Bagaimanapun UMKM harus melakukan kombinasi pemasaran,” katanya.
Pemerintah sendiri mengatur bahwa 30 persen produk yang dipasarkan di ritel modern haruslah berasal dari UMKM dan/atau produk dalam negeri. Mengacu pada catatan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), komposisi produk UMKM dan lokal yang dipasarkan di ritel modern setidaknya mencapai 35 persen.