Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menyatakan bahwa kebutuhan dana untuk biaya mitigasi perubahan iklim mencapai Rp3.779,63 triliun. Biaya tersebut merupakan akumulasi seluruh langkah untuk mencapai target net zero emission pada 2030.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa Indonesia bersama negara-negara lain berkomitmen untuk menangani krisis iklim dengan kebijakan pengurangan emisi karbon. Langkah tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit karena banyaknya aspek yang terkait.
Menurutnya, pada 2018 Indonesia melakukan perhitungan biaya mitigasi perubahan iklim untuk mencapai Nationally Determined Contribution (NDC) dengan referensi Second Biennial Update Report. Diperoleh angka Rp3.461 triliun yang diperlukan untuk berbagai langkah penanganan hingga 2030.
Setelah itu, pada 2020 Indonesia memperbaharui perhitungannya dengan mengacu kepada Peta Jalan NDC Mitigasi Indonesia, menggunakan pendekatan biaya aksi mitigasi. Berdasarkan perhitungan teranyar, kebutuhan biaya hingga 2030 untuk penanganan krisis iklim tercatat naik menjadi Rp3.779,63 triliun.
"APBN kita satu tahun sekarang ini belanjanya di Rp2.750 triliun. [Kebutuhan biaya berdasarkan perhitungan 2018 senilai] Rp3.461,31 itu kira-kira seperlima dari PDB Indonesia. Biaya mitigasi ini 2020 di-update bahkan naik ke Rp3.779,63 triliun, sebuah angka yang tidak kecil," ujar Sri Mulyani pada Selasa (9/11/2021) malam.
Menurutnya, kebutuhan dana terbesar berasal dari sektor transportasi dan energi yang mencapai Rp3.500 triliun. Setelah itu, penanganan limbah membutuhkan dana Rp181,4 triliun, disusul perbaikan sektor kehutanan dengan dana Rp93,28 triliun, pembenahan sektor pertanian Rp4,04 triliun, serta sektor industri dan penggunaan produk atau industrial processes and product use (IPPU) Rp0,92 triliun.
Baca Juga
"Yang paling besar biayanya justru di sektor energi dan transportasi, karena ini membutuhkan investasi besar untuk membangun energi-energi yang green dan untuk mengurangi yang sudah terlanjur dibangun seperti batu bara," ujarnya.
Sri Mulyani menyebut bahwa langkah penanganan krisis iklim memiliki konsekuensi keuangan sehingga perlu terdapat kebijakan yang tepat.
Indonesia pun mendorong negara-negara global untuk menerapkan kebijakan yang adil dan terjangkau (just and affordable) dalam penanganan krisis iklim, agar target penurunan kenaikan suhu bumi dapat tercapai dengan baik.