Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apa Itu Stagflasi? Berikut Penjelasan Lengkapnya

Stagflasi terlihat semakin ramai diperbincangkan, ketika pencarian kata kunci stagflasi di Google mengalami peningkatan tajam di tengah krisis energi global.
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden
Kilang minyak lepas pantai di Skotlandia/Bloomberg-Jason Alden

Bisnis.com, JAKARTA - Kenaikan harga energi dan gangguan rantai pasok telah memicu percakapan tentang stagflasi, suatu periode ketika pertumbuhan ekonomi melambat dan pengangguran terjadi bersamaan dengan meningkatnya tingkat inflasi.

Stagflasi terlihat semakin ramai diperbincangkan, ketika pencarian kata kunci stagflasi di Google mengalami peningkatan tajam di tengah krisis energi global.

Harga minyak menyentuh harga tertinggi dalam tiga tahun yaitu US$80 per barel pekan lalu, karena gas alam mencatat rekor di Eropa dan krisis energi di China mengancam pertumbuhan. Di sisi lain, kemacetan rantai pasok mendorong kenaikan harga sejalan dengan penutupan pabrik yang mengguncang ekonomi global.

Fenomena tersebut menyebabkan pasar keuangan khawatir, sementara belanja masyarakat diperkirakan ikut terdampak jika stagflasi di era modern ini bisa berlangsung lebih lama dari yang diperkirakan. Hal itu karena upah yang naik namun tidak cukup cepat, sehingga ketinggalan dengan cepatnya kenaikan harga.

Dikutip dari artikel kolaborasi antara Quartz dan World Economic Forum, Kepala Strategi Global Foreign Exchange G10 (G10 FX) Bank of America Athanasios Vamvakidis mengatakan bahwa kondisi stagnasi ini berakar di seluruh dunia.

"Kenaikan harga energi merupakan peringatan bagi pasar, dan skenario yang kemungkinan besar terjadi yaitu kita mendapatkan inflasi yang lebih tinggi dan output yang lebih lemah," kata Vamvakidis seperti yang dikutip oleh Bisnis, Sabtu (6/11/2021).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya sudah menyampaikan bahwa Indonesia perlu mewaspadai perkembangan dinamika perekonomian global, khususnya yang terjadi di Amerika Serikat (AS), Eropa, dan China. Salah satu dinamikan yang menurutnya perlu diwaspadai adalah stagflasi, yang kini terjadi di China.

"Tentu potensi perlambatan ekonomi di Tiongkok yang pasti memberikan dampak terhadap berbagai perekonomian dunia dari harga komoditas sampai pertumbuhan ekonomi dunia secara keseluruhan," jelas Sri Mulyani, pada konferensi pers APBN Kita bulan lalu.

Menurut Bendahara Negara, tidak hanya risiko stagflasi, Indonesia juga perlu mewaspadai sejumlah fenomena lain seperti naiknya producer price. "Kita juga harus mewaspadai meningkatnya producer price yang sekarang ini sudah dialami oleh berbagai producer terutama di sektor manufaktur. Tentu ini bisa berpotensi pass through pada inflasi di dalam negeri kita. Meskipun inflasi saat ini masih sangat baik," katanya.

Adapun, potensi transmisi dampak yang bisa dirasakan oleh perekonomian Tanah Air adalah peningkatan volatilitas di pasar keuangan yang bisa diterjemahkan ke kondisi nilai tukar, suku bunga, imbal hasil (yield) SBN dan indeks harga saham.

Di sisi pelambatan pertumbuhan global, spill over bisa terjadi di sisi gangguan pada supply chain dalam negeri terutama manufaktur, dan penurunan permintaan terhadap ekspor dari negara berkembang seperti Indonesia kepada mitra dagang seperti AS dan China.

Terakhir, transmisi dampak potensi inflasi impor bisa berbentuk kenaikan harga komoditas energi dan pangan yang bisa mendorong kenaikan inflasi dan subsidi, serta kenaikan biaya impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper