Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anggota OPEC+ Perkuat Sinyal Menentang Ambisi Joe Biden

Presiden AS Joe Biden yang meminta OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyaknya.
Markas OPEC di Wina, Austria/Reuters-Leonhard Foeger
Markas OPEC di Wina, Austria/Reuters-Leonhard Foeger

Bisnis.com, JAKARTA - Negara Teluk memperkuat sinyal untuk terus menentang tekanan dari Presiden AS Joe Biden yang meminta OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyaknya. Hal ini diikuti dengan harga minyak yang terus terkerek hingga tembus US$84 per barel.

Uni Emirat Arab (UEA) menyatakan harga minyak bisa naik hingga tiga kali lipat jika bukan karena 23 anggota organisasi negara-negara pengekspor minyak bumi atau OPEC+.

"Untungnya kami memiliki OPEC+. [Mereka] telah mencegah kami untuk menaikkan dua hingga tiga kali lipat harga [minyak], dan itu adalah sesuatu yang harus kita hargai," kata Menteri Energi UEA Suhail Al-Mazrouei pada Senin (8/11/2021), dalam acara konferensi Africa Oil Week di Dubai, seperti dikutip Bloomberg.

Harga minyak brent melonjak 62 persen pada tahun ini hingga hampir US$84 per barel setelah pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan pemangkasan suplai OPEC+ sejak tahun lalu.

OPEC+ telah melonggarkan pembatasan produksi pada tingkat 400.000 barel per hari setiap bulannya. AS dan konsumen lain seperti Jepang dan India telah meminta UEA, Arab Saudi, Rusia, dan anggota kelompok lainnya untuk mempercepat peningkatan produksi mereka.

Mazrouei juga telah menyerukan kepada mitranya di Arab Saudi, Menteri Energi Abdulaziz bin Salman dengan mengatakan pasar minyak masih jauh lebih tenang ketimbang gas alam dan batu bara.

Harga gas naik lebih dari dua kali lipat di Eropa dan Asia tahun ini di tengah kelangkaan yang parah sehingga menyebabkan biaya listrik melonjak dan memukul ekonomi dari China hingga India.

"Jika OPEC+ tidak ada, anda akan melihat sesuatu yang mirip dengan yang terjadi pada gas dan batu bara. Kami bekerja sama untuk menyeimbangkan pasar," kata Mazrouei.

Menurutnya, OPEC+ tetap harus berhati-hati karena ada kemungkinan suplai minyak akan surplus pada kuartal I/2022.

"[Kelebihan pasokan] oleh karena pelemahan permintaan. [Wabah Covid-19] masih ada di negara-negara tertentu, jadi kita harus berhati-hati. Kami harus menyeimbangkan dan memastikan kami [memproduksi] volume yang dibutuhkan," tambahnya.

Namun, ada kemungkinan anggota OPEC+ bakal melakukan pertemuan kembali dalam hitungan hari, jika terjadi perubahan situasi.

Sebelumnya, Saudi Aramco menaikkan harga minyak mentah kelas Arab Light untuk pelanggan Asia pada Desember sebesar US$1,40 menjadi US$2,70. Produsen negara itu diperkirakan akan menaikkannya antara 50 sen - US$1 per barel, menurut survei pekan lalu.

Kenaikan harga bulanan untuk Arab Light ke Asia adalah yang terbesar kedua dalam 20 tahun terakhir.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper