Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dan perusahaan tambang dinilai perlu menyiapkan strategi agar potensi penurunan harga batu bara di pasar global tidak terlampau dalam.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bhaktiar memproyeksikan harga batu bara akan turun seiring waktu. Kenaikan saat ini disebut hanya bersifat sementara.
“Jadi hampir dipastikan turun. memang untuk menjaga turun agar tidak terlalu drastis ya memang paling memungkinkan menjaga produksi,” katanya kepada Bisnis, Senin, (8/11/2021).
Dia menilai, pemerintah dan badan usaha perlu menjaga angka produksi tetap stabil sesuai target. Upaya itu diperlukan agar harga batu bara di pasar global tetap stabil.
Tahun ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan produksi batu bara domestik mencapai 625 juta ton. Hingga kini realisasi produksi batu bara telah menyentuh 514,95 juta ton, atau 82,39 persen dari target.
Dari total produksi, kementerian mencatat realisasi ekspor komoditas itu baru mencapai 247,31 juta ton, atau 50,73 persen dari target 487,50 juta ton hingga akhir 2021.
Baca Juga
“Pertama, barangnya tetap tersedia di lapangan. Kedua, harga tetap terkendali dalam waktu agak lama. Kalau turun pasti turun, cuma dalam waktu agak lama,” terangnya.
Sementara itu, Bisman memperkirakan harga batubara acuan (HBA) November 2021 diperkirakan turun tipis dari penetapan bulan sebelumnya, yakni US$161,63 per metrik ton. Proyeksi tersebut menyusul kondisi krisis energi yang mulai dapat diatasi.
“Taksiran saya akan turun tipis, karena masa kekagetan atas krisis energi yang disebabkan [kenaikan harga] gas dan minyak bumi mulai te-recovery. Tapi tetap tinggi, cuma memang tren turun tipis,” katanya.
Dalam 3 bulan terakhir, HBA berangsur meningkat seiring dengan krisis energi yang terjadi di sejumlah belahan dunia. Tingginya harga komoditas bahan bakar, seperti gas dan minyak bumi mendorong dunia beralih menggunakan batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi.
Pada Agustus 2021, Kementerian ESDM menetapkan HBA senilai US$130,99 per metrik ton. Kemudian angka tersebut meningkat US$19,04 per metrik ton menjadi US$150,03 per metrik ton pada HBA September 2021.
Kemudian harga acuan untuk komoditas emas hitam itu kembali mencetak rekor tertingginya sepanjang tahun ini, yakni US$161,63 per metrik ton, atau naik US$11,60 per metrik ton dibandingkan dengan September 2021.
Salah satu faktor utama terkereknya HBA adalah permintaan dari China telah melampaui pasokan batu bara domestik.
HBA adalah harga yang diperoleh dari rata-rata Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, total moisture 8 persen, total sulphur 0,8 persen, dan ash 15 persen.