Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Riset Bank Mandiri: Inklusi Keuangan Berkembang Signifikan, Tapi Belum Maksimal

Mayoritas dari populasi di Indonesia belum memiliki rekening perbankan (unbanked). Data Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) 2019 dan Susenas 2020 menunjukkan 59,7 persen populasi tidak memiliki rekening perbankan.
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P
Pemandangan gedung bertingkat di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Kajian terkini dari Bank Mandiri menunjukkan bahwa inklusi keuangan di Indonesia hingga saat ini telah mengalami kemajuan yang signifikan. Akan tetapi, hal itu belum maksimal karena belum menyentuh mayoritas dari masyarakat Indonesia.

Mandiri Research Group menyampaikan bahwa Indonesia telah membuat kemajuan yang signifikan dalam inklusi keuangan. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020, 40,3 persen dari populasi yang berumur di atas 15 tahun telah memiliki rekening di institusi keuangan manapun. Angka tersebut lebih tinggi dari capaian 2014 yang hanya sebesar 22,2 persen.

Terkait dengan penggunaannya, satu dari empat rumah tangga telah mengambil pinjaman kredit dari berbagai jenis lembaga keuangan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan yang paling populer dengan 6 persen rumah tangga tercatat telah mengambil pinjaman KUR.

Survei menunjukkan satu dari tujuh orang di Indonesia telah menggunakan jasa atau produk keuangan formal. "Perbankan adalah lembaga keuangan paling populer, lebih dari setengah populasi telah menggunakan produk dan jasa mereka," dikutip dari kajian yang diterima Bisnis, Rabu (3/11/2021).

Kemajuan tersebut tidak lepas dari kemajuan teknologi informasi, termasuk pada inovasi pada jasa keuangan. Layanan keuangan digital telah mempermudah masyarakat dalam memiliki uang elektronik tanpa perlu memiliki rekening bank.

Akan tetapi, perbankan masih menjadi jasa keuangan yang paling populer digunakan. Pada saat yang sama, mayoritas dari populasi di Indonesia belum memiliki rekening perbankan (unbanked). Data Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) 2019 dan Susenas 2020 menunjukkan 59,7 persen populasi tidak memiliki rekening perbankan.

Alasan terpopuler untuk tidak memiliki rekening perbankan adalah tidak memiliki pendapatan yang cukup. Oleh sebab itu, hanya 22 persen dari kelompok pendapatan paling bawah (termiskin) yang memiliki rekening tabungan pada lembaga keuangan manapun.

Selain itu, alasan utama lainnya dari ketimpangan kepemilikan rekening tabungan adalah sektor informal. Sebagian besar dari pekerja sektor informal tidak memiliki rekening. Hal ini sangat kontras dengan kepemilikan rekening oleh pekerja formal.

"Pendapatan rendah terlihat menjadi isu utama yang menghalangi akses [terhadap kepemilikan rekening] tetapi faktor non-pendapatan juga secara signifikan memengaruhi kelompok unbanked dalam peringkat pertama," sebagaimana dikutip dari kajian.

Di sisi keuangan digital, masalah permintaan juga menjadi isu utama untuk layanan tersebut. Menurut Mandiri Research Group, kurangnya literasi terhadap keuangan digital menjadi masalah utama. Mereka juga memandang bahwa layanan keuangan digital memberikan keuntungan yang sedikit bahkan tidak sama sekali.

Survei Financial Inclusion Insights (FII) menunjukkan 32,2 persen populasi orang dewasa di Indonesia mengetahui tentang uang elektronik. Angka tersebut menunjukkan adanya peningkatan signifikan, tetapi dalam waktu yang sama juga menunjukkan sebagian besar populasi tidak mengetahui hal tersebut.

Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2019 menunjukkan 38 persen populasi memiliki pengetahuan yang baik terkait dengan produk keuangan atau keuangan secara umum.

Rendahnya literasi keuangan bisa menyebabkan persepsi bahwa kepemilikan rekening tidak memiliki manfaat. Dampaknya, banyak dari individu atau usaha kecil memilih menggunakan uang tunai dibandingkan dengan transaksi digital, yang dinilai lebih efisien.

Tidak hanya literasi, rendahnya atau tingginya biaya akses terhadap layanan keuangan juga menghalangi kelompok miskin dalam menggunakan jasa keuangan. Suplai yang rendah bisa dikaitkan dengan tantangan geografis Indonesia. Dari data yang diolah oleh Mandiri Research Group, hanya 24 persen dari desa atau kota madya yang memiliki kantor cabang perbankan.

"Konsekuensinya, orang harus pergi dalam jarak yang jauh untuk mengakses layanan perbankan. Di wilayah seperti Maluku dan Papua, orang harus menempuh jarak 67,8 kilometer untuk pergi ke bank. Ini menunjukkan tingginya biaya untuk mengakses perbankan," demikian dikutip dari kajian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper