Bisnis.com, JAKARTA – PT Garuda Indonesia membutuhkan setidaknya tambahan Rp14,32 triliun atau US$1 miliar untuk membayar utangnya dan tetap bertahan.
Dilansir Bloomberg, Rabu (13/11/2021), Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan perseroan sedang dalam pembicaraan dengan kreditur untuk merestrukturisasi utang senilai US$6,3 miliar. Pembicaraan tersebut diharapkan bisa rampung pada kuartal kedua tahun depan.
Perusahaan maskapai pelat merah ini telah menyiapkan sejumlah opsi dalam negosiasi utang, termasuk beralih ke instrumen misalnya obligasi konversi wajib atau pinjaman bank tanpa kupon.
“Kami sedang bernegosiasi dengan banyak pihak, jadi preferensi mereka pun beragam. Saya harus menggarisbawahi pemerintah tidak ingin mempailitkan Garuda. Yang kami lakukan adalah mencari cara untuk menyelesaikan persoalan utang, baik di luar proses pengadilan maupun di dalam pengadilan,” katanya.
Ketika negoisasi restrukturisasi rampung, Garuda disebutnya akan mengumpulkan US$1 miliar untuk membayar kewajibannya dan untuk modal kerja. Dengan kebutuhan pembiayaan cukup besar, pemerintah mulai berpikir realistis dan membuka kemungkinan investor swasta untuk menjadi pemilik mayoritas.
“Kami terus melakukan pembicaraan dengan sejumlah pihak,” jelasnya.
Menurutnya, Garuda Indonesia harus memangkas utangnya di kisaran 70 persen-80 persen suapay dapat bertahan. Per akhir Juni tahun ini, laporan keuangan menunjukkan perseroan memiki ekuitas negatif senilai US$2,8 triliun.
Selain warisan salah urus, kondisi pandemi Covid-19 membuat Garuda Indonesia memiliki ekuitas negatif. Persreoan harus bergabung dengan sejumlah maskapai penerbangan luar negeri yang bernasib serupa.
AirAsia Group Bhd menawarkan untuk membayar hanya 0,5 persen dari utangnya yang saat ini lebih dari US$8 miliar. Tak jauh berbeda, Philippines Airlines Inc. mengajukan kebangkrutan di New York pada September lalu.
Dia menambahkan persoalan yang membelit Garuda Indonesia cukup unik karena selain pandemi, maskapai ini juga sensitive dengan flkutuasi mata uang, dan harga minyak mentah. Berdasarkan scenario terburuk pemerintah, Garuda akan mengajukan perlindungan pengadilan jika semua negosiasi gagal.
“Tantangan untuk Garuda ini ada di skala 9,5 dari skala 1-10. Kami kehilangan harapan saat ini,” jelasnya.