Bisnis.com, JAKARTA – PT Bukit Asam Tbk. memastikan target produksi 30 juta ton batu bara tidak berubah, meski harga komoditas di pasar global mulai mengalami penurunan.
Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Apollonius Andwie C menegaskan bahwa saat ini aktivitas perusahaan di lapangan masih sesuai dengan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB).
"PTBA menargetkan produksi mencapai 30 juta ton di tahun ini. Belum ada perubahan," katanya kepada Bisnis, Senin (1/11/2021).
Bursa ICE Newcastle untuk batu bara termal mencatat harga emas hitam anjlok 17,80 poin menjadi US$150,90 per metrik ton untuk kontrak Desember 2021 pada Jumat (29/10/2021). Harga batu bara juga ambrol hingga 17,45 poin menjadi US$154,90 per metrik ton untuk kontrak November 2021.
Harga ini turun cukup tajam dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya yakni US$172,35 per metrik ton. Penurunan ini disebabkan kebijakan China mengintervensi perusahaan tambang di negara itu meningkatkan produksi sekaligus menurunkan harga batu bara domestik.
Upaya itu dilakukan untuk memberikan peluang bagi perusahaan pembangkit listrik menyerap pasokan batu bara dengan harga tertentu. China tengah berupaya untuk keluar dari krisis energi seiring berkurangnya sumber energi di dalam negeri.
Sementara itu, energi bersih yang tengah digalakkan Presiden Xi Jinping juga belum mampu menopang kebutuhan konsumsi listrik Negeri Tirai Bambu.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk. Suryo Eko Hadianto memproyeksikan harga batu bara akan tetap tinggi hingga 2022. Saat paparan kinerja perusahaan pada kuartal III/2021, Suryo Eko menyebutkan fluktuasi harga batu bara tetap terjadi, namun dengan nilai yang terbilang kecil.
“Harga 2022 kami cukup optimis 2022 masih boleh dikatakan tergolong tinggi walaupun tidak setinggi saat ini,” katanya, Senin (25/10/2021).
Optimisme itu disebabkan sejumlah faktor. Pertama, beberapa negara mulai kembali mengoperasikan pembangkit listrik berbasis batu bara. Seperti China dan Kanada. Padahal negara tersebut telah berkomitmen mengurangi PLTU batu bara.
Kemudian, cuaca buruk masih mempengaruhi kapasitas produksi batu bara dunia. Sementara komoditas ini menjadi incaran setelah sumber energi dunia lainnya mengalami kenaikan drastis.
Stabilitas harga batu bata saat ini juga ditopang hubungan buruk antara China dan Australia. Hal ini menyebabkan pasokan batu bara Negeri Kangguru tidak dapat masuk ke China.
Suryo memperkirakan hubungan dua negara ini belum akan membaik hingga awal tahun depan, sehingga ekspor komoditas emas hitam dari Australia tetap terkendala.
“Dari berbagai faktor tadi saya prediksi bahwa masa keemasan harga batu bara masih berlanjut. Sampai dengan tahun depan. Itu keyakinan kami,” terangnya.