Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memperkirakan produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) pada semester II/2021 hanya akan mencapai 90 persen dari target yang telah ditetapkan.
Wakil Ketua Umum III Gapki Togar Sitanggang mengatakan hal tersebut bakal berdampak langsung pada kinerja ekspor dan pasokan bahan baku untuk produk hilir di dalam negeri.
“Kalau ekspor tetap tinggi sementara produksi kurang maka pasokan dalam negeri bisa sedikit,” kata Togar melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Rabu (27/10/2021).
Adapun, Togar menuturkan, tidak tercapainya target produksi pada paruh kedua tahun ini disebabkan karena proses tanam pada 2019 tidak optimal. Saat itu, dia mengatakan, pelaku usaha Kelapa Sawit dihadapi musim kering dan pupuk yang relatif sedikit.
“Pupuk di tahun 2019 dan sebelumnya karena harga rendah, memilih untuk tidak memupuk waktu itu,” kata dia.
Berdasarkan data dari sejumlah asosiasi perkelapasawitan, total produksi CPO pada tahun lalu mencapai 51,58 juta ton. Sebanyak 34 juta ton (66 persen) diekspor dan 17,34 juta ton (34 persen) terserap pasar dalam negeri.
Dari volume yang diekspor, pengapalan dalam bentuk CPO dan crude palm kernel oil (CPKO) sejumlah 9 juta ton (26,47 persen), sedangkan produk olahan dan makanan sebesar 21,10 juta ton (62,05 persen), serta oleokimia sebesar 3,87 juta ton (11,38 persen).
Sebelumnya, produksi CPO diproyeksi meningkat 3,07 persen pada tahun depan. Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga mengatakan volume produksinya dapat mencapai 54,7 juta ton pada 2022 dari proyeksi tahun ini sebesar 53,07 juta ton.
Peningkatan tersebut didukung faktor cuaca yang membaik sehingga memungkinkan banyak pelaku usaha melakukan replanting.
"Karena ramalan cuaca relatif bagus dan sudah banyak yang mengalami replanting, bisa sampai 54,7 juta ton," kata Sahat kepada Bisnis, Rabu (13/10/2021).
Serapan di pasar dalam negeri juga diproyeksikan tumbuh dari 18,5 juta ton tahun ini menjadi sekitar 20 juta ton pada 2022. Namun, karena terbatasnya produksi CPO, dia menilai kemungkinan kinerja ekspor akan tertahan di level 36 juta ton, tidak tumbuh dari target pengapalan pada tahun ini dan belum bisa kembali ke posisi 2019 sebesar 37 juta ton.
Di sisi hilir, Kementerian Perdagangan memproyeksi harga minyak goreng dalam negeri bakal tetap mengalami kenaikan hingga paruh pertama tahun 2022. Proyeksi itu diambil berdasarkan tren kenaikan harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO).
Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag Isy Karim menerangkan harga minyak goreng itu bakal tetap mengalami kenaikan selama harga CPO sebagai bahan baku terkerek naik di pasar global. Malahan, harga minyak goreng itu diprediksi tidak lantas normal kendati harga CPO dunia berangsur turun.
“Meski harga internasional turun, dampak penurunan harga terhadap harga minyak goreng di dalam negeri belum dapat menyamai harga minyak goreng di bulan sebelumnya,” kata Isy Karim melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Rabu (27/10/2021).