Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) menyayangkan rencana pemerintah menerapkan cukai minuman berpemanis mulai tahun depan. Terlebih keputusan itu diambil tanpa diskusi dengan pelaku usaha.
Ketua Asrim Triyono Pridjosoesilo mengatakan, jika benar-benar diterapkan, pengenaan cukai akan menyebabkan industri semakin tertekan di tengah masih tingginya ketidakpastian akibat pandemi.
"Kami sangat menyayangkan pemerintah tidak konsultasi ke kami, karena kalau ini dikenakan, siap-siap saja industri minuman siap saji akan kolaps," katanya ketika dihubungi, Selasa (26/10/2021).
Dia menerangkan, pandemi menyebabkan kontraksi yang dalam pada industri minuman ringan. Tahun lalu saja, volume produksi turun hingga lebih dari 20 persen.
Kondisi pasar pada tahun berjalan 2021 masih menyamai kinerja tahun lalu dan belum bisa berbalik ke situasi sebelum pandemi.
"Tahun ini kami belum recover, belum sampai kembali ke level sebelum pandemi," lanjutnya.
Triyono mendesak pemerintah mengundang pelaku industri dalam proses penyusunan aturan turunan. Namun pada prinsipnya, asosiasi berharap pemerintah kembali mengkaji kebijakan tersebut dan dampaknya terhadap keberlangsungan industri.
"Kebijakan ini tolong dikaji ulang. Kemudian ajak kami industri untuk berbicara. Kamilah yang akan menerima dampaknya, sudah sepatutnya kami diajak bicara," ujar Triyono.
Terpisah, produsen minuman Cap Panda dan Cap Kaki Tiga, PT Kino Indonesia Tbk. (KINO) memperkirakan pengenaan cukai minuman berpemanis pada tahun depan akan menekan daya beli dan menghambat pemulihan ekonomi.
Direktur Kino, Budi Muljono mengatakan di saat pelaku usaha masih berusaha bangkit dari kesulitan selama 2 tahun pandemi Covid-19, produsen akan merespons dengan memberikan tambahan biaya kepada konsumen.
Hal itulah yang dinilai akan membebani daya beli masyarakat. Terlebih pungutan diterapkan di tengah kondisi ritel yang relatif masih terpuruk.
"Kami masih berada dalam ketidakpastian yang merupakan hal yang tidak disukai pelaku usaha. Tambahan biaya yang kemungkinan besar akan di-pass on ke konsumen, akan semakin menurunkan daya beli dan memperlambat pemulihan ekonomi," kata Budi kepada Bisnis, Selasa (26/10/2021).