Bisnis.com, JAKARTA — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia masih mengkaji detail arah kebijakan pemerintah dalam menerapkan cukai untuk minuman berpemanis yang direncanakan mulai 2022.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Bobby Gafur Umar mengatakan kebijakan tersebut harus lebih dulu dituangkan dalam aturan turunan seperti peraturan pemerintah (PP). Sementara itu, sejauh ini pelaku industri belum diajak berdialog oleh pemerintah.
"Kalau sedikit-sedikit dikasih cukai begini, pasti akan ada dampaknya. Kami wait and see dulu," kata Bobby saat dihubungi, Selasa (26/10/2021).
Mengenai dampak penerapan kebijakan ini, Bobby sepakat bahwa pengenaan cukai minuman berpemanis akan mengerek harga di tingkat konsumen sehingga memberi tekanan pada daya beli yang masih lemah.
Kepastian penetapan cukai untuk minuman berpemanis sebelumnya tertuang di dalam laporan Panitia Kerja (Panja) Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait dengan sasaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022.
Barang yang terkena ekstensifikasi cukai antara lain minuman teh dalam kemasan, minuman berkarbonasi atau soda, serta kopi, minuman berenergi, dan konsentrat.
Besaran cukai minuman berpemanis ditetapkan sebesar Rp1.500 per liter untuk teh dalam kemasan dan Rp2.500 per liter untuk minuman bersoda dan sejenisnya. Berdasarkan hitungan sementara, pemerintah berpotensi mengantongi penerimaan tambahan senilai Rp6,25 triliun per tahun.
Sementara pemerintah perlu menyusun aturan turunan sebagai petunjuk pelaksanaan bagi industri, dia berharap pelaku usaha diajak urun rembuk.
"Karena kan tidak bisa begitu disepakati di atas terus langsung [diterapkan]. Tentunya kami menunggu untuk bisa berdialog dengan pemerintah jika ini akan diterapkan," ujarnya.