Bisnis.com, JAKARTA — Produsen minuman Cap Panda dan Cap Kaki Tiga, PT Kino Indonesia Tbk. (KINO) memperkirakan pengenaan cukai minuman berpemanis pada tahun depan akan menekan daya beli dan menghambat pemulihan ekonomi.
Direktur Kino, Budi Muljono mengatakan di saat pelaku usaha masih berusaha bangkit dari kesulitan selama 2 tahun pandemi Covid-19, produsen akan merespons dengan memberikan tambahan biaya kepada konsumen.
Hal itulah yang dinilai akan membebani daya beli masyarakat. Terlebih pungutan diterapkan di tengah kondisi ritel yang relatif masih terpuruk.
"Kami masih berada dalam ketidakpastian yang merupakan hal yang tidak disukai pelaku usaha. Tambahan biaya yang kemungkinan besar akan di-pass on ke konsumen, akan semakin menurunkan daya beli dan memperlambat pemulihan ekonomi," kata Budi kepada Bisnis, Selasa (26/10/2021).
Namun demikian, dia mengaku belum menghitung seberapa besar dampaknya terhadap kinerja produksi perseroan. Pihaknya masih menunggu terbitnya petunjuk pelaksanaan dari ekstensifikasi pengenaan cukai tersebut.
Menilik laporan keuangan perseroan, minuman berkontribusi kedua tertinggi setelah perawatan tubuh dari total penjualan Kino sampai dengan kuartal II/2021. Angkanya mencapai 38,60 persen atau senilai Rp846,78 miliar dari total penjualan Rp2,19 triliun.
Budi melanjutkan, penyesuaian akan dilakukan setelah pelaku usaha mengetahui batasan-batasan dan toleransi kandungan gula yang diperkenankan untuk tidak dikenakan cukai.
"Masih perlu dikaji pengaruh terhadap masing-masing produk kami dan kategori masing-masing," lanjutnya.
Meskipun saat ini pandemi di dalam negeri telah melewati masa kritis, katanya, tidak ada yang bisa memastikan akan datangnya gelombang berikutnya.
Sebelumnya diketahui, barang yang terkena ekstensifikasi cukai antara lain minuman teh dalam kemasan, minuman berkarbonasi atau soda, serta kopi, minuman berenergi, dan konsentrat.
Besaran cukai minuman berpemanis ditetapkan sebesar Rp1.500 per liter untuk teh dalam kemasan dan Rp2.500 per liter untuk minuman bersoda dan sejenisnya. Berdasarkan hitungan sementara, pemerintah berpotensi mengantongi penerimaan tambahan senilai Rp6,25 triliun per tahun.