Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Importir dan Distributor Minuman (APIDMI) mendukung penerapan cukai minuman berpemanis yang telah disepakati pemerintah dan DPR mulai tahun depan.
Sekretaris Jenderal APIDMI Ipung Nimpuno mengatakan pengenaan pungutan pada minuman bergula akan melengkapi struktur penerimaan cukai yang selama ini baru berasal dari minuman beralkohol dan rokok.
"Kami mendukung, karena berarti industri minuman beralkohol dan industri rokok ada temannya," kata Ipung kepada Bisnis, Selasa (26/10/2021).
Adapun, barang yang terkena ekstensifikasi cukai yakni minuman teh dalam kemasan, minuman berkarbonasi atau soda, serta kopi, minuman berenergi, dan konsentrat.
Besaran cukai minuman berpemanis ditetapkan sebesar Rp1.500 per liter untuk teh dalam kemasan dan Rp2.500 per liter untuk minuman bersoda dan sejenisnya.
Berdasarkan hitungan sementara, pemerintah berpotensi mengantongi penerimaan tambahan senilai Rp6,25 triliun per tahun dengan ekstensifikasi tersebut.
Sementara itu Ipung juga mengatakan, pengenaan cukai pada minuman manis sesuai dengan praktik kontrol konsumsi gula di banyak negara. Hal lainnya, pemerintah sedang menggalakkan penerimaan negara di masa pemulihan ekonomi akibat pandemi.
"Jadi harus balik lagi ke tujuan pengenaan cukai itu apa. Tujuan pemerintah mengenakan cukai terhadap produk tertentu itu karena produk itu dinilai punya risiko sosial maupun kesehatan," lanjutnya.
Meski mendukung ekstensifikasi cukai ke minuman berpemanis, Ipung berharap pemerintah menahan besaran pungutan untuk minuman beralkohol. Pasalnya, industri minuman beralkohol yang menjadi salah satu penopang pariwisata, masih merasakan dampak berkepanjangan dari pandemi.
Jika cukai minol diberlakukan, Ipung khawatir peredaran produk ilegal akan semakin menjamur.
"Kalau dalam kondisi kami sedang suffering dan cukainya dinaikkan, justru akan memberikan insentif pada pelaku black market. Bisa mendorong konsumen untuk mendapatkan harga murah dari black market yang tidak membayar cukai dan pajak impor," jelas Ipung.