Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menilai negatif rencana penerapan cukai pada minuman bergula dalam kemasan atau MBDK, plastik dan peralatan makan-minum sekali pakai menyusul momentum pemulihan ekonomi nasional belakangan ini.
“Kebijakan tersebut adalah sangat tidak tepat jika dilakukan pada saat perekonomian masih dalam kondisi terkontraksi, khususnya di mana pertumbuhan sektor perdagangan ritel masih mengalami keterpurukan,” kata Alphonzus melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Selasa (21/9/2021).
Rencana ekstensifikasi cukai itu, menurut Alphonzus, bakal mengakibatkan produk terkait menjadi lebih mahal di tengah kondisi perekonomian yang belum kembali normal.
Sektor peradagangan ritel, kata dia, justru memerlukan sejumlah relaksasi dan stimulus agar produk menjadi terjangkau di tengah kondisi daya beli masyarakat yang relatif belum pulih.
“Salah satunya adalah pembebasan sementara atas pengenaan PPN atau paling tidak pengurangan tarif PPN agar supaya barang atau produk menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat yang kondisi daya belinya masih belum pulih normal,” kata dia.
Perluasan atau ekstensifikasi barang kena cukai dinilai perlu dilakukan untuk meningkatkan pendapatan negara. Beberapa objek barang yang diproyeksikan akan kena cukai adalah plastik serta makanan dan minuman berpemanis atau MMDK.
Baca Juga
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan bahwa sejak Undang-Undang 11/1995 tentang Cukai berlaku, hingga 2021 ini objek kena cukai baru terbatas pada tiga jenis barang, yaitu etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol, dan produk hasil tembakau.
Selama 26 tahun itu, pendapatan cukai hasil tembakau mendominasi pendapatan cukai hingga lebih dari 90 persen setiap tahunnya. Kenaikan cukai yang kian tinggi sejalan dengan wacana pemerintah untuk menetapkan perluasan obyek cukai, dengan menambahkan plastik sebagai barang kena cukai pada 2022.
“DPR telah menyetujui cukai kantong plastik, berikut dengan cukai kemasan dan wadah plastik, cukai diapers, cukai alat makan dan minuman sekali pakai. Sedangkan penambahan cukai untuk MMDK belum disetujui,” ujar Nirwala pada Kamis (2/9/2021).
Nirwala memaparkan bahwa prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia meningkat hingga 30 persen dalam kurun 2013–2018. Pertumbuhan obesitas di Indonesia pun menduduki peringkat ketiga tertinggi di Asia Tenggara pada rentang waktu 2010–2014, yakni 33 persen. “Melihat data tersebut, MMDK berpotensi dikenakan cukai,” ujarnya.
Di tengah pandemi yang belum usai, pemerintah berupaya untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional guna memperbaiki outlook defisit. Dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2021, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp1.743,6 triliun.
Pendapatan cukai ditargetkan mencapai Rp180 triliun atau 10 persen dari pendapatan negara. Peningkatan terbear target cukai diperkirakan akan terjadi pada 2022 mendatang, yakni naik hingga 11,9 persen dari target tahun ini.