Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Kabar Baik, Kemendag Bahas Revisi Wajib Waralaba Toko Ritel

Kementerian Perdagangan mencatat masukan dari pelaku usaha bahwa satu kendala pelaksanaan Permendag No. 23/2021 di lapangan terjadi pada ritel modern format besar seperti supermarket, department store, dan hypermarket.
Iim Fathimah Timorria
Iim Fathimah Timorria - Bisnis.com 26 Oktober 2021  |  22:26 WIB
Kabar Baik, Kemendag Bahas Revisi Wajib Waralaba Toko Ritel
Konsumen memilih sayuran di salah satu super market di Jakarta, Rabu (9/9/2020). - Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perdagangan tengah membahas rencana revisi aturan tentang pembatasan jumlah toko ritel milik sendiri dan kewajiban untuk mewaralabakan gerai saat ekspansi. Hal ini dilakukan setelah pelaku usaha memberi masukan mengenai kendala implementasi di lapangan.

“Saat ini Kementerian Perdagangan sedang melakukan pembahasan revisi atas Permendag tersebut [Permendag No. 23/2021] yang salah satunya terkait pengaturan pembatasan jumlah gerai milik sendiri pada pasal 10 dan 15 berdasarkan masukan dari stakeholders,” kata Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kementerian Perdagangan (Kemendag) Nina Mora kepada Bisnis, Selasa (26/10/2021).

Nina menjelaskan bahwa sejauh ini pelaku usaha masih wait and see alias menunggu perkembangan rencana revisi Permendag No. 23/2021  tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan. Dalam beleid yang mencabut Permendag No. 70/2013 itu, peritel hanya diizinkan memiliki maksimal 150 gerai milik sendiri. Setiap gerai tambahan setelahnya harus diwaralabakan.

Dia menjelaskan salah satu kendala pelaksanaan di lapangan terjadi pada ritel modern format besar seperti supermarket, department store, dan hypermarket.

“Pada dasarnya basic usaha toko swalayan berformat besar tersebut tidak berkonsep untuk diwaralabakan. Selain itu, dibutuhkan investasi yang sangat besar sehingga pelaku usaha merasa khawatir jika tidak ada yang bersedia menjadi penerima waralaba,” tambahnya.

Dia melanjutkan banyak pelaku usaha yang khawatir keengganan waralaba di ritel format besar akan mengganggu ekspansi usaha. Situasi ini berbeda dengan ritel modern yang berformat toko kelontong yang memang sudah memiliki model bisnis waralaba. 

Terpisah, pengamat ritel sekaligus Staf Ahli Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Yongky Susilo menjelaskan ritel modern yang masih memiliki modal akan memasukkan ekspansi dalam rencana bisnis. Kewajiban untuk mewaralabakan toko jika gerai yang dimiliki perusahaan lebih dari 150 unit bisa menjadi hambatan hal tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

ritel waralaba permendag
Editor : Muhammad Khadafi

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top