Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian keuangan mencatat realisasi Belanja negara mencapai Rp1.806,8 triliun atau 65,7 persen dari pagu. Namun, realisasi ini tumbuh minus 1,9 persen (year-on-year/yoy), lebih rendah dari tahun lalu 15,5 persen (yoy).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan realisasi belanja masih belum optimal khususnya untuk komponen belanja non Kementerian dan Lembaga (K/L) dan TKDD yang masih mengalami perlambatan. Namun pembiayaan investasi tumbuh signifikan sebesar 172 persen.
Realisasi Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar Rp1.265,3 triliun atau 64,7 persen dari pagu. Angka ini tumbuh 4,4 persen (yoy), menurun dari tahun lalu 21,2 persen (yoy).
"Penurunan ini sebagai dampak dari Belanja Non-KL karena di periode yang sama tahun 2020 terdapat pembayaran kompensasi," tuturnya, dalam Konferensi Pers APBN KITA, Senin (25/10/2021).
Belanja K/L tumbuh 16,1 persen (yoy), terdiri dari Belanja Modal tumbuh 62,2 persen (yoy) untuk pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas, serta pengadaan peralatan dan belanja barang tumbuh 42,4 persen (yoy) untuk mendukung akselerasi program PEN dalam pelaksanaan vaksinasi, klaim perawatan, bantuan upah, dan bantuan usaha mikro.
Dari sisi Penerimaan Negara, penerimaan perpajakan mencapai Rp850,1 triliun atau 69,1 persen dari target, tumbuh 13,2 persen (yoy), melanjutkan tren peningkatan pada bulan Agustus (sebesar 9,5 persen yoy).
Baca Juga
"Perbaikan ini didorong pertumbuhan positif mayoritas jenis pajak utama. PPh 21, PPN DN, dan PPN Impor konsisten tumbuh positif dari triwulan II, demikian juga PPh 22 Impor yang mulai tumbuh tinggi," papar Sri Mulyani.
Adapun, dia menambahkan penerimaan pajak didukung sektor industri pengolahan dan perdagangan karena ditopang oleh pulihnya permintaan global dan domestik yang mendorong peningkatan produksi, konsumsi, ekspor, dan impor; informasi dan komunikasi melanjutkan pertumbuhan double digit pada triwulan III.
Pertumbuhan ini sejalan dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat dalam menyesuaikan aktivitas di masa pandemi; transportasi & pergudangan, dan pertambangan dimana pemulihan sektor transportasi sejalan dengan mulai meningkatnya mobilitas masyarakat terutama dari sub-sektor Angkutan Laut.
Lebih lanjut, Kemenkeu juga mencatat penerimaan bea cukai mencapai Rp182,9 triliun atau 85,1 persen dari target. Realisasi ini tumbuh 28,9 persen (yoy), lebih tinggi dari tahun lalu 3,8 persen (yoy).
Penerimaan Bea Keluar (BK) tumbuh signifikan sebesar 910,6 persen (ytd), didukung peningkatan harga dan volume komoditas. Sementara itu, penerimaan Bea Masuk (BM) tumbuh 13,9 persen (yoy), didorong oleh tren perbaikan kinerja impor nasional.
Penerimaan cukai tumbuh 15,1 persen (yoy), terutama didorong oleh kebijakan penyesuaian tarif dan pengawasan di bidang cukai.