Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan pengusaha pesimistis bauran energi terbarukan bisa mencapai 23 persen pada 2025. Sejumlah kendala di lapangan masih menjadi persoalan, terlebih kapasitas saat ini masih berada di 11 persen.
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani mengatakan target tersebut cukup berat meski pemerintah telah menerbitkan regulasi pendukung berupa rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PLN 2021 - 2030.
“Berat sekali ya, karena EBT saja sekarang baru 11 persen. Walaupun memang pemerintah sangat berkomitmen dengan [menerbitkan] RUPTL ini. Tapi pelaksanaannya tidak mudah,” katanya kepada Bisnis akhir pekan lalu.
Dari target ini, terdapat sejumlah kendala di lapangan yang tidak dapat dihindari. Beberapa di antaranya terkait teknologi dan investasi dalam jumlah besar.
Sebab itu, kata dia, Kadin lebih banyak mendorong terkait transisi energi. Kalangan pengusaha menyadari bahwa peralihan energi dari berbasis fosil kepada energi terbarukan tidak dapat dilakukan serta merta.
“Kenyataannya di lapangan permasalahannya juga banyak begitu kendala. Jadi kita coba mengoptimistik, tapi saya rasa untuk bisa mencapai di 2025 mungkin agak sulit,” terangnya.
Di sisi lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menargetkan penambahan pembangkit akan seluruhnya berasal dari energi baru terbarukan mulai 2030 terutama PLTS.
Dia mengatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan strategi untuk mencapai netral karbon atau net zero emission pada 2060. Langkah ini sebagai komitmen negara untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai Paris Agreement.
"Adapun dalam rangka substitusi retirement pembangkit fosil serta peningkatan kebutuhan listrik, maka penambahan pembangkit listrik mulai tahun 2030 seluruhnya berasal dari pembangkit EBT terutama PLTS," katanya dalam agenda Indonesian Pathway to Net Zero Emission - Energy Transition di Jakarta, Kamis (21/10/2021).