Bisnis.com, JAKARTA - Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) dinilai sudah berperan dengan tepat sebagai penyangga keuangan atau cash buffer bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang sangat terdampak oleh pandemi Covid-19.
Merujuk pada survei dari Kementerian Koperasi dan UKM serta TNP2K, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa pendapatan UMKM menurun akibat pandemi Covid-19. Survei menunjukkan 65,5 persen unit usaha mengalami penurunan permintaan dan terjadinya kenaikan harga bahan baku.
Selain itu, Sri Mulyani juga menyebut lebih dari 60 persen penerima BPUM tidak memiliki cadangan kas lebih dari 10 hari.
"Dengan demikian BPUM menjadi salah satu sarana yang sangat tepat untuk memberikan cash buffer bagi masyarakat usaha kecil yang paling bawah," tutur Sri Mulyani dalam webinar Sinergi Pengawasan Nasional Program PEN Tahun 2021, Kamis (21/10/2021).
Survei terkait dengan BPUM ini, lanjut Sri Mulyani, telah dilakukan setidaknya tiga kali dalam rentang waktu Desember 2020 sampai dengan yang terbaru yaitu pada Februari 2021. Poin-poin penting dari survei pun menunjukkan hasil yang hampir sama.
Bendahara negara menyampaikan bahwa dana BPUM yang disalurkan pemerintah dari APBN, digunakan para pemilik usaha untuk membli bahan baku, membayar atau menyewa alat produksi, sampai membayar utang usaha.
Baca Juga
"Jadi ini cukup konsisten yang berarti bantuan untuk usaha kecil ini cukup membantu masyarakat, terutama usaha yang sangat kecil," jelasnya.
Adapun, survei menunjukkan mayoritas sektor lapangan usaha penerima bantuan adalah pedagang eceran 37,7 persen, penyediaan makanan dan minuman 16,5 persen dan industri makanan dan minuman 14,3 persen.
Secara demografis, sebesar 65 persen penerima program adalah pelaku usaha mikro di perkotaan dan 64,4 persen penerima program merupakan perempuan.
Selain itu, mayoritas unit usaha memiliki omzet kurang dari Rp15 juta per bulan atau 91,8 persen, dan melakukan penjualan secara luring (offline).
Terkait dengan penggunaan BPUM, mayoritas pemilik usaha menggunakan bantuan untuk bahan baku (88,5 persen), alat produksi (23,4 persen), dan konsumsi (22,3 persen).