Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ADB Luncurkan Kebijakan Baru untuk Dukung Transisi Hijau di Asia-Pasifik

Kebijakan baru terkait energi dari ADB ini akan bisa mendukung transisi ke energi bersih bagi para anggota negara berkembang.
Karyawan memotret logo Asian Development Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (8/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan memotret logo Asian Development Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (8/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) telah menyetujui kebijakan energi baru untuk mendukung akses universal terhadap layanan energi yang terpercaya dan terjangkau, seiring dengan mempromosikan transisi rendah karbon di Asia Pasifik.

"Energi bersifat sentral terhadap pembangunan sosial ekonomi infklusif, namun ekspansi dari sistem energi telah menimbulkan dampak yang merugikan terhadap iklim dan lingkungan kita," jelas Presiden ADB Masatsugu Asakawa pada siaran pers yang diterima Bisnis, Rabu (20/10/2021).

Asakawa menilai bahwa kebijakan baru terkait dengan energi dari bank pembangunan itu akan bisa mendukung transisi ke energi bersih bagi para anggota negara berkembang.

"Kebijakan ADB akan bisa mendukung anggota kami dari negara berkembang dalam tugas yang mendesak dan gawat untuk memperluas akses terhadap energi yang dapat diandalkan, terjangkau, dan bersih."

Kebijakan baru ini akan memperkuat komitmen ADB untuk tidak membiayai proyek penghasil energi batu bara, dan menyalurkan US$100 miliar untuk pembiayaan iklim bagi negara-negara berkembang anggota ADB.

"Kebijakan baru ini mengunci komitmen kuat kami bahwa ADB tidak akan mendanai produksi pembangkit listrik tenaga batu bara baru. Bersama dengan ambisi kami untuk memberikan US$100 miliar dalam pembiayaan iklim kepada negara-negara berkembang anggota kami pada 2019–2030, ini memberikan jalan yang jelas bagi kontribusi ADB untuk masa depan energi yang ramah lingkungan," kata Masakawa.

Kemajuan dalam akses ke energi telah berkembang pesat di negara-negara berkembang Asia dan Pasifik. Namun, sekitar 350 juta orang di wilayah tersebut tidak memiliki pasokan listrik yang memadai dan sekitar 150 juta orang masih belum memiliki akses listrik.

Pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi yang berkelanjutan akan membutuhkan pengembangan sistem energi yang terjangkau dan andal dengan tambahan kapasitas pembangkit listrik yang substansial.

Untuk menanggapinya, skenario Badan Energi Internasional (International Energy Agency) menyarankan kapasitas pembangkit listrik terpasang di kawasan itu dapat meningkat sekitar 7 persen per tahun, dari 3.386 gigawatt pada 2019 menjadi 6.113 gigawatt pada 2030. Investasi dalam pembangkit energi terbarukan di kawasan itu bisa mencapai US$1,3 triliun per tahun pada 2030, dua kali lipat jumlah dari dekade sebelumnya.

Kebijakan Energi ADB tahun 2021 akan memandu dukungan ADB ke kawasan dalam menanggapi perubahan-perubahan ini baik dalam hal akses dan keamanan energi, serta perubahan iklim dan kelestarian lingkungan. Kebijakan tersebut didasarkan pada lima prinsip.

Pertama, upaya mengamankan energi untuk Asia dan Pasifik yang sejahtera dan inklusif. Kedua, membangun masa depan energi yang berkelanjutan dan tangguh.

Ketiga, lembaga penunjang, partisipasi swasta, dan tata kelola yang baik. Keempat, memajukan kerja sama dan integrasi daerah;

Terakhir, operasi lintas sektor terintegrasi untuk memaksimalkan dampak pembangunan.

Konsisten dengan Strategi ADB 2030, kebijakan tersebut mengadopsi pendekatan yang mirip namun berbeda, sejalan dengan tingkat pembangunan ekonomi, sumber daya, kemampuan masing-masing anggota negara berkembang dan jalur transisi rendah karbon yang ditentukan secara nasional.

"ADB akan memprioritaskan akses energi esensial di negara-negara termiskin dan paling rentan melalui penggunaan yang lebih besar dari sumber energi rendah karbon dan terbarukan serta merehabilitasi infrastruktur untuk meningkatkan ketahanan energi dan ketahanan iklim," demikoan ditulis dalam siaran pers.

ADB telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap sektor energi kawasan dengan total pembiayaan lebih dari US$42 miliar dari 2009 hingga 2020, tetapi kebutuhan pembiayaan energi kawasan jauh melebihi sumber daya dari setiap pelaku tunggal.

Kebijakan baru ini memprioritaskan sumber daya ADB untuk memanfaatkan pembiayaan komersial jika memungkinkan untuk mengatasi tantangan energi yang paling sulit.

ADB berkomitmen untuk menyelaraskan semua operasinya dengan tujuan Perjanjian Paris dan bulan ini meningkatkan ambisinya untuk memberikan US$100 miliar pendanaan iklim kumulatif dari sumber dayanya sendiri dari 2019–2030. Hal ini akan mendukung adaptasi dan mitigasi iklim di semua sektor termasuk energi.

Setidaknya 75 persen dari operasi ADB berdasarkan jumlah proyek akan menampilkan inisiatif adaptasi dan mitigasi iklim pada 2030.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper