Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu mempertimbangkan kondisi para petani tembakau yang tertekan selama masa pandemi Covid-19 dalam menentukan kebijakan tarif cukai hasil tembakau pada 2022.
Pimpinan petani tembakau Pamekasan Samukrah melalui Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menyampaikan, apalagi di masa pemulihan ekonomi, para petani tembakau belum menerima perhatian berupa bantuan dari pemerintah dalam menghadapi situasi krisis.
“Tidak seperti sektor lain yang mendapatkan bantuan atau insentif, DBH CHT [dana bagi hasil cukai hasil tembakau] yang seharusnya diterima petani hingga saat ini belum terealisasikan, sulit sekali,” katanya dalam siaran pers, Rabu (20/10/2021).
Dia menyampaikan, para petani Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo untuk menolak rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022.
Sebanyak 5.000 petani turut melampirkan kartu tanda penduduk (KTP) sebagai bentuk suara aspirasi memohon perlindungan terhadap petani tembakau dari dampak negatif kenaikan cukai rokok 2022.
“Kami berkirim surat ke Presiden Joko Widodo agar kebijakan kenaikan cukai tidak diteruskan,” ujarnya.
Baca Juga
Dia mengatakan, para petani saat ini juga tengah menghadapi kondisi iklim yang kurang baik. Jika tarif cukai hasil tembakau dinaikkan, imbuhnya, ini akan semakin memberatkan petani tembakau.
Dia menjelaskan, komoditas tembakau tidak bisa terserap ke sektor lain. Artinya jika pemerintah menaikkan tarif CHT pada 2022, maka petani tembakau yang berada di hulu industri akan terancam.
Bisnis mencatat, Badan Keuangan Fiskal Kementerian keuangan tengah menyusun baseline dan asumsi untuk menghitung tarif kenaikan cukai hasil tembakau yang tepat.
Tarif CHT yang diusulkan untuk 2022 adalah sebesar 10 persen, lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan pada 2021 sebesar 12,5 persen.