Bisnis.com, JAKARTA – Penggunaan instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93/2021 dinilai bertujuan untuk memastikan penyelesaian proyek pembangunan kereta cepat Jakarta–Bandung sesuai target, yakni pada 2022.
Seperti diketahui, proyek kereta cepat masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN), sehingga dianggap cukup wajar apabila didanai dengan APBN.
Adapun, pemanfaatan APBN dalam kereta cepat Jakarta–Bandung akan dilakukan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI selaku pemimpin konsorsium.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan bahwa keputusan pemerintah menggunakan APBN dalam pendanaan proyek tersebut bertujuan untuk memastikan penyelesaian kereta cepat Jakarta–Bandung tepat waktu.
“Ini supaya pengerjaan proyek bisa selesai tepat waktu pada tahun 2022,” kata dia, Senin (18/10/2021).
Menurutnya, kereta cepat Jakarta–Bandung berbeda dibandingkan dengan proyek infrastruktur lain, karena memiliki karakteristik investasi jangka panjang.
Baca Juga
Dengan kata lain, PMN yang disalurkan kepada KAI lebih ditujukan untuk investasi pemerintah yang akan memberikan imbal hasil.
“Ini proyek infrastruktur, sehingga investasi bersifat jangka panjang,” imbuh dia
PMN, tuturnya, merupakan alternatif penyelamat jangka pendek supaya progress proyek itu jalan sesuai jadwal. Apalagi, saat ini progress proyek kereta cepat sudah mencapai 79 persen.
“Karena itu perlu ada langkah rescue jangka pendek dengan PMN supaya progress proyek bisa jalan sesuai jadwal. Harusnya di akhir 2022 sudah bisa dioperasikan,” kata dia
Langkah berikutnya, kata dia, adalah skema bisnis model yang memungkinkan perusahaan operator kereta api cepat tersebut bisa survive dan growing.
“Caranya optimalisasi pendapatan bukan saja dari kereta penumpang, namun juga revenue dari pengelolaan properti dan juga media luar ruang,” ujar dia.
Sementara itu, terkait alasan pandemi Covid-19 yang digunakan pemerintah untuk melibatkan APBN dalam proyek itu, menurutnya, cukup masuk akal. Pasalnya, pandemi Covid-19 memiliki dampak yang sangat besar di seluruh sektor, termasuk infrastruktur.
“Proyek ini sudah kita mulai pada 2015 sampai kemudian 2019, lalu masuk juga di awal 2020 sampai Covid-19 melanda. Maka perlu adanya penyesuaian-penyesuaian yang mungkin terjadinya cost overrun,” ujarnya.
Seperti diketahui, proyek kereta cepat Jakarta–Bandung dilaksanakan sejak 2016 setelah Presiden Joko Widodo meresmikan groundbreaking proyek tersebut, serta pengembangan Sentra Ekonomi Koridor Jakarta–Bandung di Perkebunan Mandalawangi Maswati, Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, pada 21 Januari 2016.
Dalam perjalanannya, proyek itu mengalami berbagai kendala, seperti pandemi Covid-19, tantangan geografis yang cukup berat di beberapa titik, masalah pembebasan lahan, hingga permasalahan pendanaan atau biaya yang membengkak dari hitungan awal.
Proyek kereta cepat diharapkan dapat memberikan keuntungan terhadap masyarakat. Mengutip https://thepeoplesmap.net/project/jakarta-bandung-high-speed-railway/, proyek Kereta cepat mampu menyerap 39.000 lapangan pekerjaan baru.