Bisnis.com, JAKARTA — Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) Wajib Pajak atau tax amnesty jilid II diyakini akan mendorong peningkatan basis pajak.
Sebagaimana diketahui, pemerintah akan memberlakukan tax amnesty jilid II mulai 1 Januari 2021. Ketentuan tersebut tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disahkan oleh DPR RI pada awal Oktober 2021.
“Mengacu pada pelaksanaan Tax Amnesty jilid I, kelihatan masih ada ruang atau peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan basis pajak sebagai bagian dari reformasi perpajakan melalui peningkatan kepatuhan wajib pajak,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid kepada Bisnis, Senin (18/10/2021).
Arsjad menyampaikan, Kadin Indonesia menyambut baik tax amnesty jilid II tersebut. Kadin pun, imbuhnya, turut mendorong kesadaran dunia usaha terkait pentingnya tax amnesty untuk memulihkan perekonomian Indonesia.
Dia mengatakan, diberlakukannya tax amnesty juga akan meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak,juga sebagai upaya pemerintah untuk menjaga kesinambungan atau keseimbangan fiskal.
“Hal ini menjadi salah satu alasan pemerintah membuka kesempatan untuk kembali menjalankan program pengungkapan harta sukarela pada 2022, dengan mendorong kebijakan pengungkapan harta oleh pelaku usaha di UU HPP yang baru disahkan kemarin,” jelasnya.
Baca Juga
Berdasarkan UU HPP, pemerintah menyasar dua kelompok pada program tax amnesty jilid II. Pertama, yaitu peserta tax amnesty periode 2016-2017. Tarif PPh yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
- 11 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
- 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.
- 6 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN), dan hilirisasi sumber daya alam (SDA), serta energi baru dan terbarukan (EBT).
Kelompok kedua, yaitu WP orang pribadi yang memperoleh aset dan belum melaporkannya sejak 1 Januari 2016 hingga 31 Desember 2020. Kelompok ini akan dikenakan PPh Final dengan tarif berikut:
- 18 persen untuk harta di luar negeri yang tidak direpatriasi ke dalam negeri.
- 14 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri.
- 12 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta di dalam negeri yang diinvestasikan dalam SBN serta hilirisasi SDA dan EBT.