Bisnis.com, JAKARTA - Ekspor China semakin cepat pada September hingga 28 persen, melawan perkiraan perlambatan di tengah kelangkaan listrik yang memaksa pabrik-pabrik memangkas produksinya.
Dikutip dari Bloomberg, pada Rabu (13/10/2021), pertumbuhan ekspor mencapai US$305,7 miliar, meningkat 28,1 persen dalam nilai dolar Amerika Serikat pada September dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Angka ini merupakan rekor baru berdasarkan data Administrasi Umum Kepabeanan.
Angka tersebut jauh di atas ekspektasi ekonom sebesar 21,5 persen. Sementara itu, pertumbuhan impor sebesar 17,6 persen, di bawah 20,9 persen dari perkiraan ekonom. Dengan demikian, perdagangan China tercatat surplus sebesar US$66,8 miliar per bulan.
Capaian ini dapat tercapai meskipun industri menghadapi tantangan beragam, seperti kenaikan biaya pengiriman yang tinggi, harga bahan baku, kelangkaan listrik, dan pembatasan lingkungan.
Li Kuiwen, juru bicara administrasi bea cukai China, mengatakan ekspor produk seperti mainan, tas, dan koper semakin meningkat dalam tiga kuartal pertama. Begitu pula dengan elektronik dan mesin.
Adapun pertumbuhan perdagangan kuartal keempat mungkin melambat karena basis perbandingan yang lebih tinggi dari tahun lalu.
Baca Juga
"[Ada] kemacetan karena pandemi yang dapat berdampak pada perdagangan pada kuartal berikutnya. Rute lalu lintas menderita akibat adanya ketidakseimbangan pasokan dan permintaan," kata Li.
Adapun, pertumbuhan ekspor China diperkirakan melambat pada bulan lalu setelah kelangkaan listrik di sejumlah provinsi. Adanya pengurangan produksi baru-baru ini diperkirakan bakal mengurangi kemacetan pengapalan dan biaya pengiriman barang dari China ke AS mulai turun setelah mencapai level rekor pada September.
Selera global untuk barang-barang China juga bisa mulai mereda setelah pembeli membanjiri pesanan untuk Natal. Indeks yang melacak pesanan ekspor baru baik pada purchasing managers index (PMI) dan PMI Caixin tercatat melemah pada September.