Bisnis.com, JAKARTA - Pasar nontradisional seperti di Amerika Latin dan Karibia semakin menunjukkan potensi bagi pelaku usaha Indonesia, meskipun di tengah pandemi Covid-19.
Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri I Gede Ngurah Swajaya mengatakan tahun ini sudah mulai ada pergerakan di kawasan tersebut, terutama di negara kecil yang memiliki tingkat vaksinasi yang tinggi sehingga penularan lebih terkontrol.
Berdasarkan catatannya, ekspor pada 8 bulan pertama pada tahun ini senilai US$2,9 miliar, sudah hampir menyamai dengan periode sepanjang 2020 senilai US$3,1 miliar.
"Bukan berarti aktivitas ekonomi juga terhenti. Beberapa negara relatif sudah lebih baik di Amerika Latin dan Karibia. Kami juga melihat pertumbuhan perdagangan secara kolektif, fluktuasinya tidak terlalu signifikan," katanya saat wawancara dengan Bisnis pada Senin (11/10/2021).
Dia mengakui, destinasi ekspor Amerika Latin dan Karibia belum sepopuler lainnya karena jaraknya yang jauh dan masih banyak pengusaha Indonesia yang tidak memiliki jaringan ke sana.
Salah satu ekspor unggulan Indonesia ke kawasan Amerika Latin dan Karibia di antaranya adalah alas kaki, minyak sawit, dan turunannya. Menurut Ngurah, permintaan produk makanan dan minuman serta tekstil dan produk tekstil banyak diisi oleh pemain di kelas UKM.
Baca Juga
Saat ini, pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Luar Negeri telah memfasilitasi pelaku usaha untuk menjangkau pasar Amerika Latin dan Karibia melalui Forum Bisnis Indonesia - Amerika Latin dan Karibia (INALAC) yang diadakan secara tahunan.
Pada tahun lalu, INALAC berhasil mencatatkan komitmen dagang senilai US$71,02 juta atau (Rp998,32 miliar) serta potensi kesekapatan bisnis senilai US$14,36 juta (Rp202,34 miliar). Angka tersebut meningkat dua kali dibandingkan dengan tahun 2019.
Tahun ini, Kementerian Luar Negeri mengharapkan nilai yang sama pada tahun ini. Kemlu juga telah menyediakan platform digital sebagai wadah interaksi para pengusaha Indonesia dan Amerika Latin dan Karibia.
Kendati kegiatan perekonomian mulai kembali, permasalahan kelangkaan kontainer dan biaya logistik yang sangat tinggi membayangi aktivitas perdagangan global.
"Banyak kapal di Amerika belum masuk untuk bongkar muat barang, karena tidak 100 persen berfungsi," ujarnya.
Hambatan lainnya adalah pengenaan bea masuk karena Indonesia belum memiliki Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) atau Free Trade Agreement (FTA) dengan kawasan ini, kecuali dengan Chile.
"Kami sedang menggarap pembuatan FTA atau CEPA antara Indonesia dengan empat nergara, yakni Brazil, Argentina, Paraguay, dan Uruguay. Mudah-mudahan tahun ini kita masuk dalam perundingan."