Bisnis.com, JAKARTA - Krisis energi yang belakangan ini dialami oleh sejumlah negara dan kawasan dunia diperkirakan bisa membawa untung bagi Indonesia, terutama untuk kinerja ekspor pada sejumlah komoditas.
Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan bahwa kondisi pemulihan ekonomi yang cepat seperti di China dan Eropa menyebabkan kebutuhan terhadap energi untuk industri meningkat secara pesat.
Hal itu menyebabkan permintaan terhadap energi meningkat tajam dan menyebabkan naiknya harga. Akibatnya, harga batu bara dan gas meningkat pesat dan menyebabkan harga listrik naik.
Bagi Indonesia, hal itu berdampak positif apalagi dalam jangka pendek dan kaitannya dengan kegiatan ekspor Indonesia ke China. Data Kementerian Perdagangan menunjukkan China menduduki posisi pertama dari 10 negara tujuan utama ekspor Indonesia.
"Dalam jangka pendek tentunya kenaikan harga batu bara akan meningkatkan devisa negara karena nilai dan volume ekspor batu bara akan meningkat," ujar Amalia kepada Bisnis, Senin (11/10/2021).
Adapun, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa per September 2021 adalah sebesar US$146,9 miliar, meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Agustus 2021 sebesar US$144,8 miliar.
Baca Juga
Awalnya, Amalia mencatat krisis yang dialami oleh China dan sejumlah negara lain turut disebabkan oleh harga energi yang turun pada 2020. Pada saat itu, negara-negara membatasi produksinya karena suplai yang berlimpah, tetapi saat permintaan naik seperti ini mereka mengalami kesulitan untuk melakukan penyesuaian.
Di sisi lain, Amalia menilai adanya keterbatasan pada logistik laut, sehingga menyebabkan suplai terlambat sehingga ikut mendorong terhadap kenaikan harga.
Tidak hanya itu, kenaikan permintaan juga dipengaruhi oleh faktor musiman. Misalnya, negara-negara Eropa dan China akan memasuki musim dingin, di mana terdapat kebutuhan untuk meningkatkan stok energi selama musim itu.
Di sisi lain, Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan krisis energi ini juga bisa berdampak buruk pada komoditas selain batu bara, yaitu industri manufaktur.
Josua mengatakan krisis energi khususnya di Negeri Tirai Bambu berpotensi memperlambat laju ekspor Indonesia ke China untuk beberapa komoditas yang merupakan intermediate goods atau barang setengah jadi.
Hal itu dapat terjadi meskipun pada sisi lain, Indonesia bisa menikmati kinerja ekspor dari komoditas yang cukup signifikan seperti batu bara.
"Untuk komoditas industri yang menjadi bahan baku industri di China seperti feronikel, CPO, stainless steel, kemungkinan besar akan terdampak karena penurunan aktivitas industri di China tersebut," jelas Josua kepada Bisnis, Minggu (10/10/2021).
Berdasarkan data Agustus, volume ekspor batu bara Indonesia ke China melonjak secara bulanan sebesar 32,7 persen secara bulanan (month-to-month/mtm), dan 236 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).