Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian membantah adanya penugasan dalam proyek Kereta Cepat Indonesia-China Jakarta-Bandung (KCIC) terhadap Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
"Terkait pemberitaan yang menyebutkan bahwa ada peralihan pimpinan Proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung, dapat kami luruskan bahwa sejak awal tidak ada penugasan Kereta Cepat Indonesia - China [KCIC] ke Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto," demikian disampaikan Juru Bicara Kemenko Perekonomian Alia Karenina dalam siaran pers, dikutip Senin (11/10/2021).
Alia menjelaskan, Airlangga Hartarto ditugaskan sebagai Ketua Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) yang mendorong percepatan pelaksanaan PSN (Proyek Strategis Nasional) dalam pemulihan ekonomi nasional.
Penugasan tersebut, lanjutnya, tertuang dalam Perpres No. 122/2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 75/2014 Tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas yang mengatur bahwa di dalam KPPIP, Menko Perekonomian sebagai Ketua KPPIP dan Menko Maritim sebagai Wakil Ketua KPPIP.
"Sesuai dengan tugas-fungsi nya yang membidangi sektor transportasi, sehingga dapat dipahami bahwa Menko Maritim [saat ini nomenklaturnya adalah Menko Marves] sudah menangani pembangunan KA Cepat Jakarta - Bandung sejak awal penetapan Perpres tersebut," ujarnya.
Artinya, tambah Alia, sejak 2019, Menko Marvest tetap menangani percepatan pembangunan Kereta Cepat Jakarta - Bandung sesuai tupoksinya dan untuk itu Menteri BUMN melaporkan perkembangannya kepada Menko Marvest.
Baca Juga
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta-Bandung melalui Perpres No. 93/2021 yang terbit pada 6 Oktober 2021.
Perpres tersebut juga mengatur perubahan pendanaan proyek sepur yang semula tidak mengandalkan APBN, kini dapat didukung oleh uang negara.
Sebagaimana diketahui, proyek kereta cepat sempat mengalami kendala karena membengkaknya kebutuhan investasi. Biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung diestimasikan membengkak sekitar US$1,9 miliar atau Rp27,17 triliun menjadi Rp113,9 triliun.
Akibatnya, konsorsium Indonesia pun diperkirakan harus menanggung beban tambahan sebesar Rp4,1 triliun yang diusulkan dibiayai oleh suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) 2022.