Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan tambang batu bara diminta untuk berkomitmen memenuhi ketentuan domestik market obligation [DMO] untuk kebutuhan pembangkit listrik dalam negeri di tengah memanasnya harga pada tingkat global.
Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan bahwa prioritas utama pengelolaan sumber daya batu bara untuk kebutuhan dalam negeri. Bahkan pemerintah berwenang dalam menetapkan batasan produksi dan harga batu bara.
Komitmen ini diperlukan sejalan dengan tingginya kebutuhan dunia terhadap batu bara. Meski harga komoditas ini terus memanas, batu bara masih terbilang lebih mudah dibandingkan bahan bakar lain sehingga menjadi incaran di pasar global.
“Kalau dari sisi kekhawatiran [berkurangnya suplai batu bara ke PLN] bisa saja terjadi. Apalagi kalau dia tidak mempunyai kontrak dengan PLN. Kalau memang memiliki kontrak kan mau tidak mau dia berkewajiban kontrak tersebut,” katanya kepada Bisnis, Minggu (10/10/2021).
Meski begitu, dia menilai pengenaan penalti bagi pelanggar ketentuan DMO bukan hal mudah bagi pemerintah. Pasalnya, disparitas harga dalam negeri untuk kebutuhan listrik dengan pasar global terlampau jauh.
Sebab itu, eksekutif menerbitkan Keputusan Menteri No 139.K/HK/02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri. Regulasi ini mengatur soal kewajiban pengusaha batu bara menyalurkan 25 persen dari rencana produksi pada tahun berjalan.
Baca Juga
Selain itu, harga yang ditetapkan dalam DMO senilai US$70 per metrik ton free on board (DOB) vessel. Adapun spesifikasi harga tersebut didasarkan pada acuan kalori 6.322 kcal/kg GAR, total moisture 8 persen, total sulphur 0,8 persen dan ash 15 persen.
Dari aturan ini, pemerintah mau tidak mau Kementerian ESDM meibatkan diri untuk mengawal agar komitmen perusahaan tambang khususnya memiliki kontrak dengan PLN untuk menjalankan komitmennya.
Pada Agustus lalu, kementerian sempat memberikan sanksi larangan ekspor kepada 34 perusahaan batu bara. Sebabnya, pertambangan ini tidak memenuhi kewajiban penyaluran untuk kebutuhan domestik. Belakangan, sejumlah perusahaan kembali mendapat izin ekspor usai memenuhi aturan yang ditetapkan.
Menurut Singgih, kebutuhan dalam negeri harus menjadi prioritas utama sesuai amanat UU. Selain itu, dia mengingatkan industri pertambangan dibangun untuk kepentingan dalam negeri termasuk penerimaan bagi pemerintah. Selain itu, kelistrikan di Indonesia juga harus terjamin.
“Pemerintah harus mengawal agar komitmen itu terbangun,” tuturnya.