Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Boros Belanja Pajak, Pemerintah Diminta Selektif dalam Memberikan Insentif Pajak

Belanja perpajakan pemerintah yang besar juga akan memberikan dampak yang negatif, misalnya tidak efektifnya pemberian insentif perpajakan.
Karyawan beraktivitas di DJP, Jakarta. Bisnis/Triawanda Tirta Aditya
Karyawan beraktivitas di DJP, Jakarta. Bisnis/Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mencatat belanja perpajakan pada 2020 mencapai Rp234,9 triliun. Pemerintah dinilai perlu melakukan evaluasi dan lebih selektif dalam memberikan insentif pajak atas besarnya belanja perpajakan tersebut.

“Perlu adanya telaah yang komprehensif sebelum diberikan insentif fiskal, bagaimana kontribusinya terhadap perekonomian,” kata Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama dalam acara webinar mengenang 100 hari Enny Sri Hartati, Sabtu (9/10/2021).

Riza menyampaikan, belanja perpajakan pemerintah di satu sisi akan mendorong partisipasi sektor swasta dalam program ekonomi dan sosial yang banyak membutuhkan peran penting dari pemerintah.

Di samping itu, dampak positif dari belanja perpajakan akan mendorong mekanisme pembuatan keputusan dari sektor swasta, tidak melulu dari sektor swasta, serta akan mengurangi peran aktif pemerintah dalam pengawasan belanja tertentu.

Namun di sisi lain, Riza menilai belanja perpajakan pemerintah yang besar juga akan memberikan dampak yang negatif, misalnya tidak efektifnya pemberian insentif perpajakan.

Di samping itu, besarnya belanja perpajakan juga akan menciptakan kesenjangan dan menggerus basis penerimaan pajak.

Berdasarkan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah menawarkan beberapa insentif fiskal, misalnya pembebasan bea masuk, fasilitas pajak penghasilan (PPh) untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu atau di daerah tertentu, fasilitas pengurangan PPh badan, dan sejumlah fasilitas lainnya.

Pemberian insentif tersebut diharapkan dapat mendorong investasi di bidang industri sehingga akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

Pada masa pandemi pun, pemerintah memberikan sejumlah insentif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pembelian rumah dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk pembelian mobil.

“Belanja pajak seharusnya bisa dievaluasi apakah bisa menyerap tenaga kerja, apakah sebanding dengan nilai ekonomi penyerapan tenaga kerja, jadi yang perlu dilakukan, pemerintah harus selektif lagi dalam memberikan insentif fiskal karena fiskal kita semakin terbatas,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper