Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian mengatakan rencana investasi perusahaan China ke industri pulp di Indonesia sebagian besar telah terealisasi.
Namun Direktur Hasil Hutan dan Perkebunan Kementerian Perindustrian Emil Satria mengatakan ada kendala realisasi berupa kesulitan bahan baku untuk memulai proses produksi.
Sebelumnya, perusahaan kertas terbesar dari China, yakni Flying Dragon Paper berencana berinvestasi di industri pulp dan kertas Indonesia sebesar US$1 miliar, dengan kapasitas produksi 6 juta ton untuk 3 juta produk kemasan dan 3 juta recycle pulp.
"Sebagian besar sudah terealisasi, namun demikian masih terdapat kendala terkait sulitnya mendapatkan bahan baku dan keterbatasan memasukkan tenaga ahli untuk memulai proses produksi," katanya kepada Bisnis, Kamis (7/10/2021).
Dia melanjurkan, selain Flying Dragon Paper, beberapa perusahaan asal Negeri Panda bermaksud melakukan investasi di industri kertas. Namun, karena pandemi, rencana tersebut masih tertunda.
Sementara itu, volume produksi kertas dan pulp tercatat tumbuh 6 persen sampai dengan semester I/2021. Emil mengatakan catatan pertumbuhan tersebut berdasarkan data volume produksi dari 41 perusahaan.
Dia optimistis angka pertumbuhan yang positif dapat dipertahankan sampai akhir tahun ini, meski kinerja ekspor dan impor terkendala masalah logistik yang belum mereda.
"Permasalahan utamanya adalah terkait dengan kelangkaan kontainer untuk ekspor-impor dan biaya yang menjadi mahal," ujarnya.
Sebelumnya, selain dari China, pemerintah juga mencatat 6 perusahaan dalam negeri yang akan masuk ke industri pulp dan kertas.
Keenam perusahaan itu antara lain, PT Hok Seng Jayaperkasa dengan nilai investasi Rp2,05 miliar, PT Best Eternity Resources Technology sebesar Rp700 miliar, PT Wondertrend Indonesia senilai Rp250 miliar, PT Suparma senilai Rp487 miliar.
Selain itu juga PT Dehong Paper Industry dan PT Kertas Terpadu Batamindo dengan nilai investasi masih dalam konfirmasi.