Bisnis.com, JAKARTA - Badan Penanggulangan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyampaikan ada sekitar 4,7 juta Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban penempatan ilegal oleh sindikat.
Untuk memberantas mafia penempatan ilegal, BP2MI telah membentuk Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Sindikat Penempatan Ilegal Pekerja Migran Indonesia.
"Ada 4,3 juta PMI yang tercatat secara resmi. Tapi ada 4,7 juta pekerja migran kita yang tidak tercatat secara resmi. Sebanyak 90 persen dari 4,7 juta itu dipastikan mereka yang menjadi korban penempatan ilegal," kata Kepala BP2MI Benny Rhamdani di sela Rakornas BP2MI Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Sindikat Penempatan Ilegal Pekerja Migran Indonesia, di Hotel Intercontinental, Bandung, Jawa Barat, Rabu (6/10/2021).
Benny menambahkan, pihaknya menginginkan satgas yang dibentuk langsung oleh Presiden RI dalam melakukan tugas pencegahan dan pemberantasan sindikat ilegal penempatan PMI. Pasalnya, kewenangan satgas internal BP2MI sangat terbatas. Koordinasi dengan instansi terkait lainnya hanya sebatas koordinasi.
"Harapan kami, kementerian maupun lembaga yang terlibat bersifat instruktif, tidak lagi koordinatif. Tapi kita tidak boleh juga karena kewenangan terbatas, kita tidak melakukan apapun. Sebab, para sindikat dan mafia terus bekerja. Kami tidak boleh kalah langkah dibandingkan mereka," ujar Benny.
Di kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pengarah Satgas Sikat Sindikat Komjen Pol Suhardi Alius mendukung penuh Kepala BP2MI dan timnya.
Menurutnya, keterlibatan oknum kementerian maupun lainnya di dalam sindikat penempatan ilegal sudah jelas, sehingga dibutuhkan dukungan kuat dari berbagai lini dalam memberantas sindikat tersebut.
"Identifikasi jelas. Semua oknum ada di lintas kementerian dan lembaga. Kita jangan sampai kalah, di situlah tugas kami mendorong itu semuanya. Jangan sampai hanya gara-gara segelintir orang, semua berpangku tangan, tidak bergerak," kata jendral bintang tiga ini.
Kejahatan terhadap PMI bersifat extraordinary, bukan sekadar TPPO namun juga berbagai tindak pidana lainnya, melibatkan banyak oknum dari berbagai instansi (K/L) dan membutuhkan kerja sama berbagai pihak, perlu penanganan yang luar biasa, pendekatan yang bersifat multidoors, pengenaan TPPO juga Tindak Pidana Korporasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Dalam mendukung BP2MI, kami melibatkan penyidikan kepolisian, kejaksaan, hingga PPATK," ujar Suhardi.
Selain menyoroti mafia penempatan ilegal, pada rakornas tersebut terungkap dalam dua tahun terakhir BP2MI menangani kepulangan PMI terkendala sehingga berakibat pada pendeportasian PMI. Kasus ini dialami oleh 65.734 PMI, dan mereka dibiayai negara sejak dari negara penempatan hingga kembali ke Indonesia.
"Juga ada 981 PMI yang meninggal/jenazah, dan kami tangani kepulangan jenazahnya hingga diantar ke rumah keluarganya. Ada 1.316 PMI yang sakit, kami tangani kepulangan, penyembuhannya hingga kepulangan ke kampung halaman," kata Benny Rhamdani.
Selain itu terdapat 62.488 PMI yang mengalami kendala hukum, sehingga dideportasi. BP2MI melayani kedatangan PMI yang bermasalah di Tanah Air hingga pulang dengan selamat ke daerah asal.