Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Besaran Safeguard Turun, Ini Harapan Industri Keramik  

Sebelumnya, selama periode 2018-2021 besaran safeguard yakni 19–23 persen. Dalam aturan baru, rencananya pemerintah akan menurunkan menjadi 13–17 persen.
Ilustrasi - Penjualan kerami di gerai. /Bisnis.com
Ilustrasi - Penjualan kerami di gerai. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA — Besaran bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard produk keramik pada periode kedua, dipastikan turun menyesuaikan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan pihaknya kini berharap pada kemudahan perluasan alokasi harga gas industri sebesar US$6/MMbtu untuk menaikkan daya saing industri.

"Diharapkan kami diberikan kemudahan untuk mendapatkan tambahan alokasi volume gas US$6/MMbtu untuk setiap rencana ekspansi kapasitas produksi dari industri keramik yang eksisting maupun investasi baru," katanya kepada Bisnis, Rabu (6/10/2021).

Dia menyebut besaran safeguard keramik akan menjadi 13 persen hingga 17 persen selama tiga tahun ke depan. Sebelumnya, selama kurun 2018-2021 besaran safeguard yakni 19 persen sampai 23 persen.

Sementara itu, utilisasi industri keramik tengah berada di atas angin, sebesar 75 persen atau tertinggi sejak 2015. Pelonggaran pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) menjadi motor utama produktivitas industri.

Edy meyakini dengan insentif harga gas industri, utilisasi mampu terkerek hingga 90 persen sampai akhir tahun ini. Angka tersebut akan mengulang utilisasi industri keramik pada 2011-2014. Adapun kapasitas menganggur atau idle capacity saat ini diperkirakan sebesar 125 juta m2.

Dia berharap beleid perpanjangan safeguard keramik segera diteken oleh Kementerian Keuangan, sehingga mampu menghalau serbuan produk impor, khususnya yang tertinggi dari China dan India.


"Jangan sampai katalis positif harga gas yang diharapkan bisa membantu meningkatkan daya saing dan menggerek pertumbuhan industri keramik, terdisrupsi oleh gangguan impor," ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper