Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom AS Ingatkan Dampak Inflasi Bakal Percepat Tapering

Ancaman terbesar bagi Wall Street adalah Kepala Federal Reserve Jerome Powell menjauh dari kebijakan moneter yang longgar lebih cepat dari yang diharapkan karena lonjakan inflasi.
Warga melintas di depan gedung bank central Amerika Serikat atau The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat, Rabu (31/7/2019). Bloomberg/Andrew Harrer
Warga melintas di depan gedung bank central Amerika Serikat atau The Federal Reserve di Washington, Amerika Serikat, Rabu (31/7/2019). Bloomberg/Andrew Harrer

Bisnis.com, JAKARTA - Inflasi di AS dikhawatirkan akan memicu percepatan proses tapering di AS. Namun, nampaknya pasar belum siap menghadapinya.

Profesor keuangan Wharton School of the University of Pennsylvania Jeremy Siegel yang biasanya memiliki sudut pandangan positivisme terhadap pasar, saat ini justru mengungkapkan kekhawatiran terhadap ketahanan pasar dalam menghadapi inflasi.

“Kita sedang menuju permasalahan. Inflasi, secara umum akan menjadi masalah yang lebih besar daripada yang diperkirakan oleh The Fed," katanya saat diwawancarai CNBC dalam program "Trading Nation”.

Siegel memperingatkan adanya risiko serius terkait dengan kenaikan harga, Menurutnya, akan ada tekanan kepada The Fed untuk mengakselerasi proses tapering.

"Saya tidak yakin bahwa pasar siap untuk menghadapi percepatan tapering," ungkapnya.

Pada 4 Januari, Siegel memprediksi dengan tepat bahwa Dow akan mencapai level 35.000 pada 2021, melonjak 14 persen dari pembukaan pasar pertama tahun ini. Indeks mencapai tertinggi sepanjang masa 35.631,19 pada 16 Agustus. Sementara pada Jumat, ditutup pada 34.326,46.

Ancaman terbesar bagi Wall Street adalah Kepala Federal Reserve Jerome Powell menjauh dari kebijakan moneter yang longgar lebih cepat dari yang diharapkan karena lonjakan inflasi.

“Kita semua tahu bahwa banyak kesembronoan pasar ekuitas terkait dengan likuiditas yang telah disediakan The Fed. Jika itu akan dilakukan lebih cepat, berarti kenaikan suku bunga akan terjadi lebih cepat. Keduanya bukanlah hal yang positif bagi pasar ekuitas," tuturnya.

Siegel sangat prihatin tentang dampak pada saham yang sedang tumbuh, khususnya teknologi. Dia menyarankan Nasdaq yang sarat teknologi, bersiap untuk kerugian tajam.

“Akan ada tantangan untuk saham jangka panjang. Kemiringannya akan menuju nilai saham," ujarnya.

Menurutnya, pada saat inflasi, saham utilitas dan konsumen yang berkinerja buruk akan tetap kuat.

“Mereka mungkin berhasil [bertahan] pada akhirnya. Jika Anda memiliki dividen, perusahaan dapat menaikkan harga mereka dan secara historis dividen terlindungi dari inflasi. Mereka tidak stabil, tentu saja, dibandingkan dengan obligasi pemerintah. Tetapi mereka memiliki perlindungan inflasi dan imbal hasil yang positif.”

Bloomberg melaporkan Kementerian Perdagangan AS pada 1 Oktober menunjukkan pengukur harga belanja konsumsi pribadi yang digunakan Federal Reserve untuk target inflasinya, naik 0,4 persen dari bulan sebelumnya dan 4,3 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan tahunan ini menjadi yang terbesar sejak 1991.

Pertumbuhan belanja pribadi AS meningkat 0,8 persen dari bulan sebelumnya, menyusul penurunan 0,1 persen yang direvisi turun pada Juli. Tingkat belanja pada Juli sebelumnya dilaporkan naik 0,3 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper