Bisnis.com, JAKARTA – Pengembang properti meminta kepastian hukum terkait rencana pengalihan dana program bantuan subsidi dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) ke Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
“Terkait dengan program subsidi FLPP ini kami meminta ada kepastian hukum dan kejelasan mengenai program subsidi selanjutnya sampai akhir Desember 2021,” ujar Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah, Senin (4/10/2021).
Dia menuturkan, akhir tahun biasanya merupakan puncak terealisasinya kredit pemilikan rumah (KPR) seiring dengan banyaknya unit hunian yang selesai terbangun. Biasanya, di akhir tahun masih ada subsidi untuk 10.000–20.000 unit rumah.
Menurutnya, kejelasan kebijakan terkait subsidi perumahan sangat penting bagi pelaku usaha dan masyarakat. Dia juga mempertanyakan apakah nantinya FLPP diteruskan atau justru diganti dengan program lain, seperti Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Menurutnya, transisi pengelolaan dana FLPP dari PPDPP ke BP Tapera tidak boleh menghambat capaian realisasi KPR bersubsidi.
“Butuh pernyataan yang jelas dari pemerintah. Jangan sampai pengembang dan konsumen dibuat bingung,” ucapnya.
Baca Juga
Dia pun menegaskan, pengembang tidak pernah mempersoalkan skema subsidi yang diberikan oleh pemerintah melalui skema FLPP maupun BP2BT. Hanya saja, kedua skema tersebut memiliki persyaratan yang berbeda, sehingga akan berdampak langsung kepada masyarakat sebagai konsumen.
Dalam kesempatan itu, Junaidi juga mengatakan bahwa pandemi Covid-19 telah membuat pengembang kesulitan mengejar target pembangunan rumah bersubsidi yang dipatok 200.000 unit pada tahun ini.
Sejumlah kendala di lapangan dan persoalan regulasi membuat pengembang kesulitan dalam membangun rumah untuk masyarakat. Belum lagi permasalahan tidak sejalannya aturan di daerah dan sulitnya perizinan untuk membangun perumahan.
“Program subsidi jalan, tetapi tidak sesuai dengan target. Masih berat, karena satu sisi regulasi yang sudah diterapkan masih belum maksimal, terutama di daerah. Belum lagi masalah pelaksanaan UU Cipta Kerja yang belum semua menerapkannya,” jelasnya.
Dia pun berharap ada relaksasi yang diberikan pemerintah terhadap program perumahaan subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Terlebih, sektor properti mampu memberikan multiplier effect yang bisa membangkitkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Di tengah pandemi ini yang masih bertahan cukup kuat adalah property, terutama untuk rumah rakyat. Apersi berharap ada terobosan cepat sampai akhir Desember 2021,” tuturnya.