Bisnis.com, JAKARTA – Terus naiknya harga properti membuat sektor tersebut semakin diminati untuk investasi. Namun, ada beberapa hal yang perlu dicermati agar value yang didapat sesuai dengan harga yang perlu dibayarkan.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan bahwa kenaikan harga produk properti baru yang ditawarkan pengembang harus sangat diperhatikan.
Pasalnya, produk properti baru yang dipasarkan kalangan pengembang harganya dipastikan akan naik secara gradual, dan tidak mencerminkan real value dari produknya.
“Ini lebih karena proses tahapan pemasarannya. Produk yang dipasarkan baru berupa gambar dengan telah memulai pembangunan, tentu akan berbeda harganya,” ujarnya, Selasa (28/9/2021).
Menurutnya, pengembang akan menerapkan strategi harga sedemikian rupa untuk membuat proyek yang dipasarkannya menjadi menarik secara investasi. Biasnya, pengembang akan menawarkan produknya pada saat soft launching, sehingga harganya lebih murah.
Seiring minat konsumen yang membeli terus bertambah dan progres di site proyek juga berjalan, tentunya harga soft launching akan meningkat.
Hal itu kemudian akan memberikan efek psikologis kepada konsumen yang membeli pada fase setelah soft launching terlihat rugi, sedangkan konsumen yang membeli pada soft launching menjadi untung karena harga yang telah naik.
Padahal keuntungan tersebut baru di atas kertas, atau belum bisa dirasakan secara langsung oleh konsumen.
“Pengembang yang menawarkan produknya dengan harga lebih rendah pada periode soft launching tentunya membutuhkan dana segar untuk berbagai aktivitas pemasaran proyeknya itu. Apabila ternyata respons konsumen kurang baik dan pengembang menghentikan pemasarannya, konsumen yang telah membeli akan mengalami kerugian, minimal dari dana yang sudah dibelanjakannya itu,” katanya.
Selain itu, Ali juga menuturkan, harga yang terkesan naik padahal secara value tidak naik dilakukan dengan sejumlah strategi, yakni melalui pemberian diskon, jenis material bahan bangunan, hingga luasan produknya.
Harga bisa seolah naik diikuti dengan pemberian diskon yang tinggi. Padahal, praktiknya harga tidak ada kenaikan sama sekali.
“Bisa juga harga naik namun diikuti dengan penambahan fitur maupun luas kavling atau bangunan. Artinya, bila dihitung secara meter persegi kavling maupun bangunan yang dipasarkan, harga yang ditawarkan sebenarnya relatif sama. Bisa juga harga yang sama, namun konsumen mendapatkan tambahan produk furnitur, perangkat elektronik, maupun fitur smart home,” katanya.
Dia menilai, hal yang harus dicermati adalah apakah harga naik secara real atau hanya permainan diskon maupun tambahan gimmick pemasaran lainnya.
“Kalau hal-hal seperti ini terus berlangsung bisa menciptakan efek yang kurang baik bagi pasar, terlebih bila pengembang menggaungkan produk jualannya sebagai objek investasi. Sebagai konsumen kita harus tetap jeli dan waspada, karena ada banyak trik yang bisa diterapkan walaupun secara umum properti akan mendatangkan capital gain yang baik,” tutur Ali.