Bisnis.com, JAKARTA – Wacana pembentukan aliansi pelayaran nasional atau Indonesian Shipping Enterprises Alliance (Indonesian SEA) yang diusulkan oleh pemerintah untuk arus luar negeri bakal memunculkan sejumlah opsi skenario apabila nantinya disetujui oleh pelaku usaha.
Pakar Maritim dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Saut Gurning mengatakan sejumlah skenario tersebut di antaranya penguatan kesempatan pelayaran swasta nasional naik kelas menjadi Main Line Operator/MLO regional atau global.
Kedua, yakni penggabungan semua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pelayaran nasional menjadi satu pelayaran yang dibentuk untuk usaha MLO internasional. Opsi ketiga yakni inkorporasi (gabungan) atau aliansi berbagai entitas yang saat ini eksis dalam bentuk join-operation, koordinasi, hingga merger juga memungkinkan.
Saut menyampaikan saat ini memang diperlukan upaya konsolidasi nasional untuk mendorong konsentrasi pengendalian ruang muat dan kontainer.
Selain itu, lanjutnya, perlu dilakukan juga kemampuan pengangkutan produk unggulan ekspor maupun importasi nasional dengan ekosistem logistik nasional lewat pengendalian dan sistem informasi milik publik yang terbuka, handal dan transparan. Diharapkan keputusan komersial para pelaku usaha nasional di sektor logistik maritim dapat dilakukan lebih logis, efisien dan bersaing.
“Upaya pemerintah lewat grand-design Indonesian SEA, sekaligus menyelesaikan kebutuhan pemenuhan dan pengendalian kontainer kosong dan sistem informasi maritim yang dicanangkan pemerintah sudah inheren dengan kondisi atau persoalan eksis sekaligus kebutuhan masyarakat maritim nasional,” ujarnya, Senin (27/9/2021).
Baca Juga
Apalagi usaha mendorong peningkatan dan inkorporasi secara umum adalah meningkatkan daya suplai ruang muat yang dilakukan pelaku usaha dalam negeri, sehingga ketidakseimbangan atau penguasaan dominan berbagai pelaku usaha MLO selama ini dapat lebih logis di pasar.
Dia berpendapat hal tersebut akan lebih banyak menghadirkan opsi bagi eksportir atau importir akan lebih menyehatkan angkutan luar negeri dan perdagangan komoditas Indonesia.
Menurutnya gagasan terkait dengan aliansi ini sudah lama dilakukan sejak tahun lalu. Namun dorongan kebijakan atau pengendalian pemerintah ini masih perlu didukung oleh respon pasar yang riil. Dan hal ini juga secara empirik dilakukan di berbagai negara yang sedang mengalami hal yang sama tidak hanya di Asean, Asia Selatan, dan Asia Timur termasuk di Amerika Utara dan Afrika.
Secara umum dengan terbentuknya aliansi adalah mendorong agar MLO dapat memberikan kuota penggunaan slot kontainer eks-impor dan juga ruang muat untuk kebutuhan kepentingan eksportasi negara-negara layanan MLO.
Selain itu juga preferensi pelaku usaha dalam negeri, termasuk pengetatan perlakuan khusus kepada operator MLO lewat Port State Control (PSC) atau Otoritas Pelabuhan dari kapal-kapal MLO di berbaga negara yang dilayaninya.
Menurutnya, banyak pula respons berbagai negara juga mendukung usaha naik kelas operator dalam negerinya dengan berbagai dukungan stimulasi lewat penurunan hingga pemberian dana fiskal termasuk subsidi. Pelaku usaha nasionalnya dapat lebih rasional melakukan layanan internasional kargo domestik, tentu didukung dengan potensi pasar yang memang layak secara komersial dilakukan.
Dia memperkirakan pangsa pasar dalam negeri yang cukup besar untuk angkutan luar negeri Indonesia yakni sekitar 40 persen dari 2,1 miliar ton atau 800 juta ton. Termasuk di dalamnya sekitar 80 persen merupakan kontainer luar negeri atau sekitar 9 juta Teus. Dari data tersebut menunjukkan adanya pangsa pasar yang cukup besar dan menarik untuk dapat dilayani oleh pelaku usaha inkorporasi nasional.