Bisnis.com, JAKARTA – Raksasa properti China Evergrande terjungkal dan pada Kamis (23/9/2021) akan melakukan pembayaran bunga obligasi sebesar US$84 juta (Rp1,2 triliun). Ini ujian besar bagi developer terbesar di China daratan tersebut.
Pada awal pekan ini, perusahaan mulai membayar investor dalam bisnis manajemen kekayaannya dengan properti karena berjuang untuk menemukan uang tunai untuk memenuhi kewajibannya.
Evergrande dalam masalah setelah berkembang secara agresif menjadi salah satu perusahaan terbesar di China dengan berutang lebih dari US$300 miliar.
Tahun lalu Pemerintah China memberlakukan aturan baru untuk mengontrol jumlah utang pengembang real estat besar.
Langkah-langkah baru membuat Evergrande menawarkan propertinya dengan diskon besar untuk memastikan uang masuk untuk menjaga bisnis tetap bertahan. Sekarang, ia berjuang untuk memenuhi pembayaran bunga atas utangnya.
Ketidakpastian ini membuat harga saham Evergrande jatuh sekitar 85% tahun ini. Obligasinya juga telah diturunkan oleh lembaga pemeringkat kredit global.
Baca Juga
Ada setidaknya tiga alasan mengapa masalah Evergrande serius. Pertama, banyak orang membeli properti dari Evergrande bahkan sebelum pekerjaan pembangunan dimulai. Mereka membayar deposit dan berpotensi kehilangan uang itu jika bangkrut.
Kedua, ada juga perusahaan yang berbisnis dengan Evergrande. Perusahaan termasuk perusahaan konstruksi dan desain serta pemasok material berisiko rugi besar, yang dapat memaksa mereka bangkrut.
Ketiga, dampak potensial terhadap sistem keuangan China. "Kejatuhan keuangan akan jauh jangkauannya. Evergrande dilaporkan berutang uang kepada 171 bank domestik dan 121 perusahaan keuangan lainnya," kata Mattie Bekink dari Economist Intelligence Unit (EIU) kepada BBC.
Jika Evergrande default, bank dan pemberi pinjaman lainnya mungkin terpaksa meminjamkan lebih sedikit. Hal ini dapat menyebabkan apa yang dikenal sebagai krisis kredit, ketika perusahaan berjuang untuk meminjam uang dengan harga terjangkau.
Krisis kredit akan menjadi berita yang sangat buruk bagi ekonomi terbesar kedua di dunia, karena perusahaan yang tidak dapat meminjam merasa sulit untuk tumbuh, dan dalam beberapa kasus tidak dapat terus beroperasi.
Pengusaha Hui Ka Yan mendirikan Evergrande, sebelumnya dikenal sebagai Grup Hengda, pada 1996 di Guangzhou, China bagian selatan.
Evergrande Real Estate kini memiliki lebih dari 1.300 proyek di lebih dari 280 kota di seluruh China. Grup Evergrande yang lebih luas sekarang mencakup lebih dari sekadar pengembangan real estat.
Bisnisnya berkisar dari manajemen kekayaan, membuat mobil listrik dan manufaktur makanan dan minuman. Bahkan memiliki salah satu tim sepak bola terbesar di negara itu, Guangzhou FC. Hui memiliki kekayaan pribadi sekitar US$10,6 miliar, menurut Forbes.