Bisnis.com, JAKARTA - Hasil temuan survei terbaru dari Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) menunjukkan bahwa mayoritas pengemudi ojek online (ojol) maupun taksi online (taksol) memiliki hubungan kemitraan yang baik dengan pihak aplikator.
Ketua Tim Peneliti RISED dan Ekonom Universitas Airlangga Rumayya Batubara mengatakan riset yang berjudul “Kemitraan Transportasi Daring Selama Masa Pandemi Covid-19” itu dilakukan terhadap 700 mitra pengemudi online roda dua dan roda empat di 10 kota yang melibatkan para mitra pengemudi dari Grab dan Gojek dengan metode non probability sampling.
"Pola kemitraan di industri transportasi online dipandang oleh mayoritas [87 persen] mitra pengemudi online sudah berjalan baik. Ada tiga aspek utama yang mendukung pandangan tersebut yaitu fleksibilitas waktu kerja, tingkat pendapatan yang diperoleh, dan jaminan perlindungan dari aplikasi," ujarnya dalam hasil riset yang dikutip, Rabu (8/9/2021).
Menurut Rumayya, sharing economy selama pandemi membantu masyarakat khususnya mitra pengemudi online mempertahankan pendapatannya di saat pekerjaan konvensional tidak bisa dijadikan sumber penghasilan utama.
Sayangnya, sektor ekonomi digital yang identik dengan konsep sharing economy ini sering dianggap sebagai sektor yang rentan bagi pekerja. Sebab, hubungan kerja dalam ekosistem ini merupakan relasi kemitraan.
Di sisi lain, tambahnya, isu kemitraan di ranah transportasi online dalam beberapa bulan terakhir banyak menjadi perbincangan dan perdebatan, terlebih terkait dengan aspek pemenuhan hak para pengemudinya.
Baca Juga
"Oleh karenanya kami mengadakan survei ini untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pendapat para mitra. Temuan menariknya adalah mayoritas mitra menganggap hubungan kemitraan mereka dengan perusahaan aplikasi sudah berjalan baik dan unsur-unsur kemitraan seperti yang tercantum dalam undang-undang UMKM sudah terpenuhi," papar Rumayya.
Dia memerinci hasil survei menunjukkan mayoritas mitra (75 persen) memilih fleksibilitas waktu kerja sebagai alasan bergabung mitra, dan hampir semua mitra (94 persen) menganggap fleksibilitas waktu kerja sebagai hal penting.
Artinya, kata dia, mitra transportasi online memiliki alasan khusus dalam memilih pekerjaannya dan mengindikasikan bahwa mereka juga sadar bahwa hubungan kerjanya dengan aplikator berbeda dengan hubungan kerja pada sektor konvensional.
Bukan itu saja, poin yang juga menarik menurut Rumayya, adalah faktor kedua terbesar yang dipilih oleh mitra sebagai alasan untuk menjadi mitra adalah belum memiliki pekerjaan tetap. Hal tersebut menunjukkan bahwa bergabung menjadi mitra transportasi online juga dilihat sebagai alternatif sebelum beralih ke pekerjaan lain.
“Unsur fleksibilitas waktu yang menjadi alasan utama mitra terjun di industri ini akan hilang bila pengaturan hubungan kerja dilakukan dengan undang-undang lainnya. Contohnya, bila hubungan diubah menjadi pekerja-pemberi kerja akan ada peraturan jam kerja yang mengikat dan tidak fleksibel, sedangkan dalam pola hubungan kemitraan mitra memiliki kebebasan untuk menentukan kapan mulai dan selesai beraktivitas," imbuhnya.
Lebih lanjut dia menuturkan, survei juga menemukan bahwa mitra pengemudi transportasi online telah menerima berbagai bentuk bantuan dari perusahaan termasuk bantuan operasional dan pelatihan serta pengembangan. Mayoritas mitra (95 persen) menganggap bantuan-bantuan tersebut sangat bermanfaat.
“Dalam isu kemitraan di ekonomi digital, kami melihat pentingnya peran pemerintah untuk terus memberikan pengawasan dan perlindungan kepada kedua belah pihak supaya terjadi hubungan yang saling menguntungkan dan kontribusi positif industri transportasi online tetap bisa dirasakan oleh masyarakat," tutupnya.
Sebagai informasi, riset ini dilakukan selama Juni 2021 di 10 kota yakni Jabodetabek, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Solo dan Denpasar. Riset dilakukan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan dengan margin of error sebesar 4,7 persen.