Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) masih menunggu tindak lanjut dari Kementerian Perekonomian terkait dengan subsidi Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U), subsidi biaya kalibrasi dan penangguhan atau angsuran pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Kementerian Perekonomian setelah mengajukannya pada Juli 2021.
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengatakan insentif PJP2U yang sudah diberikan pada tahun lalu adalah untuk operator bandara.
Pada pertengahan Juli tahun ini, lanjutnya, Kemenhub sudah mengajukan usulan stimulus/subsidi dan keringanan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai dukungan terhadap Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) kepada Kemenko Perekonomian, meliputi PJP2U, subsidi biaya kalibrasi dan penangguhan atau angsuran pembayaran PNBP.
“Surat pengajuan tersebut sudah pernah dibahas dan sampai saat ini kami masih menunggu tindak lanjutnya,” ujarnya, Senin (6/9/2021).
Senada Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association Denon Prawiraatmadja mengatakan masih berkoordinasi tentang mekanisme penyaluran program tersebut. Utamanya diantara Kamar Dagang dan Industri atau Kadin dengan pemerintah.
Maskapai penerbangan nasional menilai kehadiran insentif baik perpajakan maupun berupa keringanan Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) dapat memberikan angin segar bagi sektor aviasi.
Baca Juga
Pasalnya, dengan kondisi saat ini, maskapai telah banyak mengurangi rute dan menyesuaikan frekuensinya. Terbaru, maskapai AirAsia Indonesia juga memutuskan menyetop operasinya hingga akhir September 2021.
Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait mengatakan semua hal atau kebijakan yang mendorong pertumbuhan penumpang dan yang dapat meringankan beban perusahaan penerbangan pada kondisi saat ini di tengah pandemi memang diperlukan.
Bahkan, dia mengibaratkan kehadirannya kondisi tersebut seperti secangkir air di gurun pasir. Meskipun saat ini kejelasan terkait dengan insentif kepada maskapai juga belumlah nampak.
"Apapun itu yang mendorong pertumbuhan penumpang dan yang dapat meringankan beban seperti air di gurun pasir," katanya.
Lion Air Group pun mengeklaim selalu menyesuaikan layanan penerbangan (frekuensi terbang) dengan jumlah permintaan pasar seiring adanya kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat pada libur idul adha serta potensi perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa – Bali.
“Kaitannya kebijakan tersebut ke bisnis adalah hal lazim. Maka Lion Air Group melakukan adaptasi. Untuk frekuensi terbang (layanan penerbangan), disesuaikan dengan jumlah permintaan pasar,” ujar Corporate Communication Strategic Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro.
Sementara itu Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengharapkan kebijakan tersebut juga bisa kembali diberlakukan pada akhir tahun ini. Sebab berkaca dengan kebijakan pembebasan biaya Passenger Service Charge/PSC pada tahun lalu, dampaknya cukup signifikan mengerek pertumbuhan jumlah penumpang.
"Kalau lihat pengalaman sebelumnya, dampak pembebasan tarif PSC cukup positif," ujarnya.