Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani memperkirakan kemitraan ekonomi komprehensif Indonesia dengan Uni Emirat Arab (UAE) belum mampu mengerek kenaikan indeks manufaktur dalam negeri.
Shinta beralasan perundingan dagang dengan UEA itu belum rampung dinegosiasikan. Perundingan dagang itu, kata Shinta, hanya akan memberikan kepercayaan pelaku usaha untuk mengeksplorasi potensi pasar kedua negara.
“Karena itu, kita tidak bisa melihat bagaimana dampaknya terhadap PMI [purchasing manager index] dalam jangka pendek hingga akhir tahun,” kata Shinta melalui keterangan tertulis, Rabu (1/9/2021).
Apalagi, Shinta menambahkan porsi industri manufaktur nasional yang mengekspor ke UEA relatif terbatas. Kendati demikian, dia menegaskan Kadin menilai positif inisiatif negosiasi putaran pertama tersebut.
“Kami harapkan dapat meningkatkan minat pelaku usaha nasional untuk melakukan ekspansi ekspor ke UAE sekaligus meningkatkan confidence calon investor dari UAE untuk berinvestasi di Indonesia dalam jangka pendek,” kata dia.
Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah otoritas perdagangan, nilai perdagangan Indonesia dan UEA per semester I/2021 mencapai US$1,86 miliar.
Pada periode tersebut, ekspor Indonesia ke UAE tercatat sebesar US$0,85 miliar. Impor Indonesia dari UEA tercatat sebesar US$1 miliar.
Adapun, komoditas ekspor utama Indonesia ke UAE mencakup minyak sawit, perhiasan, tabung dan pipa besi, mobil dan kendaraan bermotor, serta kain tenun sintetis.
Sebaliknya, komoditas impor utama Indonesia dari UAE di antaranya produk setengah jadi besi atau baja, hidrokarbon acyclic, aluminium tidak ditempa, logam mulia koloid, dan polimer propilena.
Sementara itu, total perdagangan Indonesia–UAE pada 2020 tercatat sebesar US$2,93 miliar. Total ekspor Indonesia ke UEA pada 2020 senilai US$1,24 miliar, sedangkan impor Indonesia dari UEA tercatat senilai US$1,68 miliar.