Bisnis.com, JAKARTA – Komisi IV DPR RI menyoroti adanya importasi beras selama 2021. Lembaga legislatif menyebutkan terdapat impor sebesar 41.800 ton dengan nilai US$18,5 juta ton pada Juli 2021, jika merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS).
Hal ini mengemuka dalam rapat dengar pendapat dengan Perum Bulog pada Senin (30/8/2021). Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menduga impor tersebut merupakan beras khusus, bukan beras medium konsumsi yang proses importasinya memang hanya bisa dieksekusi oleh Perum Bulog.
“Sampai sekarang kami tidak ada penugasan dan kami tidak melaksanakan impor beras. Adapun data BPS tersebut setelah ditelusuri adalah izin beras khusus yang memang dulunya harus lewat Bulog. Namun hari ini kami tidak pernah tahu mengenai izin impor beras khusus ini,” kata Budi.
Importasi beras memang diizinkan pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 01/2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras. Tetapi, terdapat beberapa ketentuan dalam pemasukan bahan pangan pokok tersebut.
Dalam regulasi ini, impor beras untuk kebutuhan umum atau konsumsi hanya bisa dilakukan oleh Perum Bulog setelah menerima penugasan dari pemerintah. Adapun jenis beras yang bisa diimpor oleh Perum Bulog adalah beras medium dengan tingkat kepecahan 5 persen sampai 25 persen dengan kode HS 10063099.
Selain impor untuk konsumsi, pemerintah juga memberi izin impor untuk keperluan lain. Misalnya impor untuk kebutuhan industri untuk beras pecah 100 persen dan beras ketan pecah 100 persen dengan kode HS 10064090; dan tepung beras berkode HS 11029010. Impor ini hanya bisa dilakukan oleh perusahaan dengan angka pengenal importir produsen (API-P).
Baca Juga
Ada pula izin impor untuk beberapa beras premium dan beras khusus. Impor yang bisa dilakukan oleh BUMN ini mencakup beras-beras berjenis beras ketan (kode HS 10063030), beras Hom Mali (kode HS 10063040), beras kukus (kode HS10063091), dan beras Japonica, Basmati, serta Jasmine (kode HS 10063099) dengan tingkat kepecahan maksimal 5 persen.
Merujuk data sementara BPS, Indonesia tercatat mengimpor beras dalam kategori premium sebanyak 16.505 ton sampai Juli 2021 senilai US$11,23 juta. Volume impor ini lebih besar dibandingkan dengan impor sepanjang 2020 sebanyak 15.543 ton.
Indonesia terakhir kali mengimpor beras medium atau premium konsumsi dalam jumlah besar pada 2018 ketika Perum Bulog ditugasi mengimpor 1,8 juta ton beras senilai US$841,71 juta.
Adapun total impor untuk beras ketan, beras Hom Mali, dan beras kukus sepanjang semester I/2021 berjumlah 9.165 ton senilai US$4,94 juta.
Impor beras untuk kebutuhan industri, di sisi lain, tercatat cukup besar. Data BPS memperlihatkan impor beras pecah pada semester I/2021 mencapai 182.164 ton dengan nilai US$79,30 juta. Volume impor ini lebih sedikit dibandingkan dengan semester I/2020 sebesar 121.357 ton dengan US$73,44 juta.
Budi juga mengemukakan bahwa produksi beras pecah Indonesia sejatinya besar. Tetapi, dia menyayangkan adanya impor untuk jenis beras tersebut.
“[Impor beras] yang sekarang ini kalau beras khusus ada Basmati, Japonica, dan ada impor broken rice [beras pecah]. Ini yang banyak dimainkan. Izinnya beras broken untuk industri tepung, padahal kita banyak. Produksi beras broken itu banyak, tetapi kita mengimpor,” kata Budi.