Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mewanti-wanti agar Badan Pangan Nasional (BPN), tidak diisi oleh figur politik.
Meskipun dinilai tidak bertaji, BPN dinilai merupakan opsi yang tidak bisa dihindari saat kementerian/lembaga tidak dapat menjalankan fungsi dengan baik untuk mengatasi masalah pangan.
Faisal menilai dengan dipilihnya figur dari partai politik bisa menyebabkan konflik kepentingan.
“BPN itu tidak boleh diisi oleh figur politik. Tidak bisa diisi oleh orang yang berafiliasi dengan partai politik, karena ini betul-betul harus terbebas dari kepentingan partai tertentu. Jadi jangan dipilih orang yang menjadi pengurus partai atau dari partai tertentu,” kata Faisal pada diskusi ‘Menanti Taji Badan Pangan Nasional’ secara virtual, Senin (30/8/2021).
Kehadiran BPN sebagai lembaga superbody, kata Faisal, tidak dibutuhkan jika kementerian/lembaga bisa menjalankan tupoksi masing-masing dengan efektif. Hal ini, menurutnya, dipicu oleh konflik sektoral antara kementerian/lembaga yang memiliki otoritas terhadap urusan pangan.
Di samping itu, Faisal menekankan masalah pangan di dalam negeri bisa teratasi jika tidak ada lagi sekat-sekat sektoral.
Baca Juga
Adapun, berdasarkan Global Food Security Index 2020, Indonesia menduduki posisi ke-65 dengan score 59,5 dari 113 negara di dunia yang dikaji. Penilaian itu berdasarkan sejumlah indikator seperti affordability ‘keterjangkauan’ (posisi ke-55); availability ‘ketersediaan’ (posisi ke-34); quality and safety ‘kualitas dan keamanan’ (posisi ke-89); serta yang terendah natural resources and resilience ‘sumber daya alam dan ketahanan’ (posisi ke-109).
Untuk indikator sumber daya alam dan ketahanan, posisi Indonesia adalah ke-109 atau 5 (lima) terendah dari 113 negara. Salah satu aspek dari indikator ini adalah political commitment to adaptation ‘komitmen politik terhadap adaptasi’, yang dinilai buruk terlihat dari rendahnya kualitas peringatan dini/sistem pertanian cerdas, kebijakan adaptasi pertanian nasional, dan manajemen risiko bencana.
“Terkait dengan lemahnya respons politik [dan] government policy [dikaitkan dengan] elemen yang paling buruk di posisi ke-109 itu, memang kuncinya mengatasi permasalahan pangan di Indonesia kalau tidak ada lagi sekat-sekat sektoral. Jadi, kehadiran badan pangan ini [diharapkan] betul-betul mampu untuk meningkatkan daya tahan ekonomi, menyumbang buat surplus pangan instead of defisit,” jelasnya.