Bisnis.com, JAKARTA - Posisi utang pemerintah hingga Juli tercatat sebesar Rp6.570,17 triliun sehingga posisi secara rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 40,51 persen.
Berdasarkan laporan APBN Kita Edisi Agustus, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat kondisi ini dikarenakan Indonesia masih dalam fase perlambatan ekonomi di tengah pandemi.
“Posisi utang pemerintah pusat secara nominal mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Namun, rasio utang terhadap PDB mengalami penurunan dari bulan sebelumnya,” tulis Kemenkeu dikutip Senin (30/8/2021).
Pembiayaan utang pada 2021 diklaim Kemenkeu digunakan sebagai instrumen untuk mendukung kebijakan countercyclical yang dikelola secara hati-hati, fleksibel, dan terukur, terutama untuk menangani Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Ada beberapa langkah yang dilakukan pemerintah dalam memantau dan menjaga target risiko utang agar sesuai dengan indikator risiko yang dipatok.
Pertama, memanfaatkan fleksibilitas instrumen utang dengan pinjaman luar negeri yang biayanya lebih efisien, konversi pinjaman ke pinjaman dengan biaya murah dan risiko yang rendah, serta melakukan debt swap.
Baca Juga
Maksud debt swap adalah membayar utang dengan cara menukarnya menjadi program pembangunan tertentu yang menjadi perhatian negara donor.
Kedua, dari sisi penerbitan surat berharga negara (SBN), pemerintah berupaya untuk menerbitkannya dengan biaya yang efisien.
Lalu, memanfaatkan dukungan Bank Indonesia sebagai standby buyer serta melakukan liabilities management untuk menekan biaya utang di masa depan yang secara tidak langsung berdampak mengurangi jumlah utang.
Ketiga, pemerintah menjaga komposisi utang domestik lebih besar daripada utang valuta asing. Selain pinjaman luar negeri yang memang direncanakan lebih kecil porsinya, kepemilikan SBN oleh asing sudah jauh menurun.
Hingga 4 Agustus, porsi kepemilikan SBN oleh investor asing hanya sebesar 22,56 persen, sedangkan pemegang SBN terbesar adalah bank domestik sebesar 32,23 persen.
Terakhir, untuk mendukung kelanjutan pembangunan infrastruktur di Indonesia, pemerintah terus mengupayakan berbagai alternatif pembiayaan kreatif dan inovatif sehingga diharapkan dapat mengurangi beban APBN seperti melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) serta blended financing.
Meski demikian, pemerintah akan tetap memantau berbagai faktor risiko yang perlu diwaspadai. Beberapa di antaranya adalah akses dan kecepatan vaksinasi yang belum merata sehingga pengendalian pandemi dan pemulihan ekonomi menjadi tidak seragam.
“Munculnya virus Corona varian Delta dan masih fluktuatifnya kasus Covid-19 berkorelasi kuat terhadap perkembangan ekonomi yang masih terus bergejolak,” papar Kemenkeu.