Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri menilai Badan Pangan Nasional (BPN), yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 66/2021, tidak efektif untuk mengatasi masalah pangan di Indonesia.
Faisal menyebut bahwa salah seorang sumber yang mengikuti penyusunan Perpres, mengatakan bahwa Perpres versi final sudah jauh berbeda dengan gagasan awal pembentukan BPN. Sayangnya, Faisal tidak membagikan informasi siapa sumbernya yang mengungkap hal tersebut.
“Jadi begitulah akhirnya draf dikembalikan ke kementerian. Oleh kementerian dipotong lagi, dipotong lagi. Sehingga BPN ini tidak bergigi, tidak bertaji. Jadi tidak perlu ditunggu tajinya, karena tajinya tidak akan pernah muncul karena sedemikian banyak kepentingan, yang terdistribusi ke partai-partai. Ini yang akan berat,” kata Faisal pada diskusi ‘Menanti Taji Badan Pangan Nasional’ secara virtual, Senin (30/8/2021).
Sementara itu, Faisal juga menilai kehadiran BPN sebagai lembaga superbody, merupakan dampak dari beda kepentingan antar kementerian/lembaga yang memiliki otoritas terhadap urusan pangan.
Menurut Faisal, apabila kementerian dan lembaga menjalankan tupoksi masing-masing, maka peran atau adanya BPN tidak diperlukan. Dia menilai seharusnya urusan pangan cukup dikoordinasikan melalui perencanaan lintas sektoral dan lintas daerah oleh Kementerian PPN/Bappenas; konsolidasi anggaran oleh Kementerian Keuangan; sumber “satu data” oleh Badan Pusat Statistik (BPS); dan jika terjadi beda cara pandangan antara kementerian/lembaga, maka dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Menko tidak boleh mengambil alih tugas. Kalau sekarang, kan, bablas. Menkonya ambil tugas, ambil alih tugas kementerian/lembaga,” tutur Faisal.
Baca Juga
Selanjutnya, jika keputusan belum tercapai, maka dilaksanakan Rapat Terbatas (Ratas) oleh Presiden yang disiapkan oleh Menteri Sekretaris Negara dan Kantor Staf Presiden (KSP).
“Beres semua ini, tidak ada masalah. Setiap kebijakan berdasarkan bukti, evidence-based policy. Nah, karena ini tidak ada dan tidak hadir, maka dalam kondisi given begini, perlu superbody untuk mengurusi pangan,” jelas Faisal.
Adapun, Badan Pangan Nasional bakal menjalankan sejumlah fungsi yang mencakup koordinasi, perumusan, dan penetapan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan.
Selain itu, Badan Pangan Nasional menjalankan fungsi pelaksanaan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang pangan.
Badan Pangan Nasional juga akan menerima pendelegasian kewenangan dari Kemendag dan Kementerian Pertanian. Kewenangan tersebut mencakup perumusan kebijakan dan penetapan kebijakan stabilisasi harga dan distribusi pangan dan perumusan kebijakan dan penetapan kebutuhan ekspor dan impor pangan.
Badan tersebut juga akan berwenang merumuskan kebijakan dan menetapkan besaran jumlah cadangan pangan pemerintah yang akan dikelola oleh Perum Bulog. Perumusan kebijakan dan penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan rafaksi harga juga akan menjadi kewenangan badan baru ini.