Bisnis.com, JAKARTA – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyarankan pihak-pihak yang merasa keberatan dengan kebijakan pembebasan taksi online berstiker khusus dari aturan ganjil genap untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN.
“Terkait pro-kontra, sebaiknya pihak yang merasa dirugikan oleh aturan mengajukan gugatan ke PTUN,” kata Sekretaris Jenderal MTI Harya S. Dillon kepada Bisnis, Minggu (22/8/2021).
Dia melihat, polemik ini sebagai ekses dari tertundanya revisi atau amandemen UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
Di satu sisi sektor ini butuh kepastian hukum, namun tak bisa dipungkiri teknologi informasi telah menjadi kebutuhan dan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.
“Yang selama ini tertunda perlu segera diprioritaskan untuk menuntaskan polemik berkepanjangan mengenai peran dan status angkutan penumpang tidak dalam trayek,” jelasnya.
Sebelumnya, keputusan pemerintah mengizinkan taksi online yang memiliki stiker khusus dikecualikan dari ganjil genap menuai kontroversi, karena dianggap bertolak belakang dengan putusan Mahkamah Agung (MA).
Pengamat Transportasi Darmaningtyas mengatakan, layanan taksi atau yang sejak Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 108/2017 tentang tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek disebut ASK (Angkutan Sewa Khusus), termasuk kendaraan dikecualikan melewati kawasan yang diterapkan kebijakan ganjil genap oleh Pemprov DKI Jakarta dengan syarat memasang stiker ASK.
Ketentuan pemasangan stiker tersebut disampaikan melalui Surat Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) No. AJ.212/1/7/BPTJ/2021 tertanggal 16 Agustus 2021 yang ditandatangani oleh Plt Direktur Angkutan Saptandi Widiyanto dan ditujukan kepada para Kepala Dinas Perhubungan di wilayah Jabodetabek.
Berdasarkan surat BPTJ tersebut, kendaraan pribadi yang dioperasikan sebagai angkutan umum dapat melewati kawasan ganjil genap meski pelat nomor polisi mereka tidak sama dengan tanggal tersebut asalkan memasang Stiker ASK.
“Namun, saya kurang paham apakah BPTJ saat membuat surat ke dinas-dinas perhubungan di wilayah Jabodetabek tidak mengetahui adanya Putusan MA? Yang pasti Surat BPTJ tersebut melanggar Putusan MA Nomor 15 P/HUM/2018 tanggal 31 Mei 2018,” ujarnya.
Menurut dia, surat BPTJ ini tentu disambut gembira oleh para pelaku ASK karena akan memberikan kelonggaran untuk beroperasi mengantar penumpang melewati kawasan yang diberlakukan kebijakan ganjil genap tanpa terpengaruh dengan pelat nomor polisi mereka.
Namun, lanjut Darmaningtyas, kebijakan tersebut sebetulnya bentuk inkonsisten dari para pelaku ASK sendiri, lantaran ketentuan pemakaian stiker yang diatur dalam Permenhub Nomor 108/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek pasal 27 (1) d tersebut telah mereka gugat ke Mahkamah Agung, dan dikabulkan oleh MA melalui Putusan MA Nomor 15 P/Hum/2018 pada 31 Mei 2018.